SEJARAH TEOLOGI REFORMASI
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
I.
Latar
Belakang ..…………………………………………………………….2
II.
Rumusan
Masalah ……………………………………………..……………3
III. Tujuan
………..……………………………………………………………..3
BAB II : PEMBAHASAN
I.
Sejarah
teologi reformasi ..…………………….………...…………………..4
II.
Tokoh-tokoh
penting dalam teologi reformasi …..……………..…………...6
III. Doktrin-doktrin umum teologi
reformasi……………...…………………….8
IV. Penyebab kemunculan teologi
reformasi……………………………………16
BAB III : PENUTUP
Kesimpulan
………………………………………………………………....19
DAFTAR
PUSTAKA
……………………………………………………………...20
BAB I
PENDAHULUAN
I.
LATAR
BELAKANG
Jerman,
pada tanggal 31 Oktober 1517 barangkali menjadi tempat yang tak pernah akan
dilupakan sepanjang sejarah Kekristenan. Marthin Luther memicu Reformasi pada
waktu Ia memakukan kesembilan puluh lima tesis yang melawan gereja Katolik pada
pintu Gereja di Wittenberg. Di tempat itulah, untuk pertama kalinya, seruan
pembaharuan Gereja diagungkan. Luther menekankan sola scriptura, yaitu hanya Kitab Suci yang merupakan otoritas bagi
semua orang, bukan gereja dan konsilinya. Kewibawaan teologis-doktrinal Gereja
diguncang dan dipertanyakan. Sosok Martin Luther berdiri kokoh di balik
seruan pembaharuan Gereja tersebut. Baginya, reformasi adalah sebuah
kemendesakan, bukan sekadar pilihan dari pihak Gereja.
Berbeda
dengan Calvin dan Zwingli, yang pada masa itu juga menyerukan gagasan
reformasi, Luther dipandang sebagai epitom dari gerakan reformasi. Setidaknya
ada dua alasan yang mendukung pernyataan tersebut: (1) Luther adalah Reformator
yang paling berpengaruh bagi tokoh sezaman dan sesudahnya. Bahkan Calvin dan
Zwingli pun berhutang inspirasi dari perjuangan dan ajaran Luther; (2)
Lutherlah yang pertama kali paling serius menekankan reformasi teologis, dimana
menuntut perbaikan mendasar dalam ajaran gerejawi, ketimbang reformasi dalam
aspek moral maupun institusional sebagaimana yang ditekankan reformator
sebelumnya (mis: Wycliffe dan Huss). Luther melihat perubahan praktik dan
moral hanyalah mungkin jika ajaran iman kepercayaan dibenahi dahulu.
Reformasi
menandai suatu titik balik yang besar dalam perkembangan doctrinal di gereja.
Sejak seribu tahun sebelumnya otoritas Gereja telah berkembang terus sampai
pada tradisi Gereja Roma Katolik dan otoritas kepausan yang menetapkan apa yang
harus di percayai oleh seseorang. Reformasi telah mengubah semuanya.
I.
Rumusan
Masalah
Adapun
yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1.
Sejarah teologi reformasi.
2.
Tokoh-tokoh penting dalam teologi
reformasi.
3.
Doktrin-doktrin umum teologi reformasi.
4.
Penyebab kemunculan teologi reformasi
II.
Tujuan
Pembuatan Makalah
1.
Dapat mengetahui sejarah teologi
reformasi.
2.
Dapat mengetahui tokoh-tokoh penting
teologi reformasi.
3.
Dapat mengetahui doktrin-doktrin umum
teologi reformasi.
4.
Dapat mengetahui penyebab munculnya
teologi reformasi.
BAB II
PEMBAHASAN
I.
SEJARAH
TEOLOGI REFORMASI
Martin Luther adalah anak seorang petani yang
sangat miskin. Meski demikian, ia mewarisi pola kehidupan keluarga yang sangat
berani. Berbagai peristiwa yang dialaminya seperti kematian orang-orang yang
dekat dengannya membuatnya menjadi seseorang yang sangat serius terhadap iman
kepercayaan.
Martin
Luther dipengaruhi oleh teolog besar Medieval, Wiliam of Ockham (1280-1349). Masa medieval dilatarbelakangi dengan
pemikiran Agustinus (354-430) yang berpengaruh besar pada abad 4 dan 5.
Kemudian dilanjutkan dengan pemikiran Anselm(1033-1109) yang mempengaruhi
sampai abad 11.Setelah itu mulailah perode medieval sampai abad 16, yang
ditandai dengan medieval theology, medieval philosophy, dan kebangunan filsafat
Aristoteles pada abad 13, yaitu natural theology yang menyatakan bahwa manusia
tak memerlukan berkat khusus dan karunia Roh Kudus untuk meyakini dan
memikirkan bahwa keberadaan Allah adalah sesuatu yang logis. Pada abad 15,
Renaissance (kebangunan kembali) mencapai puncaknya dalam high-renaissance dan
pemimpin gereja juga sedang membangun gedung gereja terbesar di dunia yaitu
Basilea Santo Petrus di Vatikan, yang dirancang oleh Michelangelo, salah
seorang tokoh high-renaissance di Italia, dan ketika sedang dibangun, pihak
gereja mengalami kekurangan dana, sehingga gereja mulai menjual surat
pengampunan dosa[1].
Keadaan ini membuat Martin Luther tak dapat menunggu lagi untuk melawan
kerusakan gereja yang telah melawan Kitab Suci.Ia tak hanya melihat gejalanya
saja tapi akar masalahnya yaitu aspek doktrin, yang menjadi dasar kehidupan
bergereja.
Luther
memikirkan secara serius perihal ajaran keselamatan yang dipegang oleh Gereja
pada saat itu. Baginya, perolehan keselamatan, yang melulu digantungkan pada
besarnya usaha-usaha (pekerjaan insani) manusia, adalah sebuah kenaifan. Jika
demikian adanya, bagaimana mungkin orang yang berdosa berat, misalnya, dapat
mengharapkan adanya keselamatan bagi dirinya? Dalam kontkes ini, maka, pribadi
Allah hanya dimengerti sebagai seorang hakim nan kejam yang kerjanya menimbang
jumlah baik-buruk pekerjaan manusia, sementara pribadi-Nya yang Maha kasih dan
penuh cinta ditempatkan dalam ruang gelap pemahaman iman. Luther berpikir
sebaliknya. Perenungannya terhadap tulisan-tulisan Paulus, khususnya Surat
Roma, membawanya pada sebuah pemahaman baru perihal keselamatan. Baginya,
keselamatan adalah soal pemberian anugerah Allah yang diperoleh lewat iman.
Hanya dengan iman lah manusia dapat diselamatkan, dan bukan dengan
pekerjaan-pekerjaan insani. Perbuatan baik manusia hanyalah konsekuensi dari
anugerah keselamatan.
Awal
kelahiran gagasan Luther mengenai pembenaran oleh iman sejatinya tidak bisa
dilepaskan dari gagasan teologis yang berkembang pada saat itu. Sekitar abad 14
dan 15, banyak teolog skolastik, lantaran pengaruh William Ockham, cenderung
untuk mengarahkan perbincangan teologis dalam wadah yang bernama nominalisme.
Pada masa itu, nominalisme, secara nyata, terepresentasi dalam sebuah gerakan
religius yang kerap didefinisikan sebagai via moderna. Gerakan via
moderna menyerbu masuk dan bertumbuh subur di banyak universitas pada masa
itu, khusunya universitas-universitas di Eropa Utara. Lantaran Luther
pernah belajar di Universitas Erfrut – dimana suasana akedemisnya diwarnai oleh
pemikiran via moderna – dan lagi, setelah masuk biara Agustinian, ia
berkonsentrasi pada teologi via moderna, maka tidak sedikit pengaruh yang
ditularkam oleh via moderna dalam diri Luther. Dalam gerakan via
moderna, optimisme pada kemampuan-kemampuan manusia begitu diunggulkan.
Dengan
kata lain, manusia dimungkinkan untuk mengerjakan segala sesuatu yang perlu
guna masuk dalam suatu hubungan dengan Allah. Karena itu, bisa dimengerti bahwa
dalam perjalanan batinnya, Luther sempat disibukkan dengan urusan mengejar
prestasi kesalehan individual demi pencapaian keselamatan. Segala amalan yang
mungkin dilakukan oleh manusia, ia kerjakan. Dalam artian ini, maka,
gerakan via moderna tak jarang disebut sebagai pelagian lantaran
banyak mengadopsi gagasan pelagius dalam memahami arti
pembenaran/keselamatan.
II.
TOKOH-TOKOH
PENTING DALAM SEJARAH REFORMASI
1.
MARTIN
LUTHER (1483-1546)
Martin Luther,
katatis dari Reformasi Protestan, dilahirkan dari keluarga petani di Eisleben,
Saxony, pada tahun 1483. Dasar dari pemikiran teologinya mungkin muncul pada
saat ia dikonfrontasi oleh kebutuhan wahyu ilahi pada waktu ia belajar di
Universitas Erfurt. Luther masuk ke biara Roma Katolik, karena ia telah
berjanji pada Santa Anna bahwa ia akan menjadi biarawan setelah ia diselamatkan
dari kilat yang sangat dahsyat. Namun, dalam perjalanan ke Roma, Luther
terganggu pada waktu ia melihat ke korupan Gereja Roma Katolik. Ia kembali ke
Wittenberg di mana ia menerima gelar doctor dalam teologi dan kemudian mengajar
Alkitab. Melalui studi Alkitab, khususnya Roma 1:17, Luther sampai pada suatu
pengetahuan bahwa pembenaran hanya berdasarkan iman. Hal itu menjadi dasar teologinya
dan oposisi terhadap gereja katolik.
Luther
meninggalkan legasi teologis yang sangat banyak: ia mengajarkan bahwa hanya
sakramen baptisan dan Perjamuan Tuhan yang sah; ia menulis banyak buku,
menentang Gereja Roma dan membuat buku katekismus sendiri; ia memberikan Gereja
beberapa himne yang agung, seperti “A
Mighty Fortress”; ia mendirikan system pendidikan, mengajarkan orang-orang
untuk membaca Alkitab.
2.
JOHN
CALVIN (1509-1564)
John
Calvin, yang merupakan teolog Reformasi yang dihormati dan berpengaruh,
dilahirkan di Perancis pada tahun 1509. Ia
mengawali studinya di Universitas Paris, di mana ia dipengaruhi oleh humanis.
Kemudian, Calvin studi di Orleans, dan studi lanjutnya di Bourges. Pada tahun
1534 ia mengidentifikasikan dirinya dengan Protestanisme dan dipaksa untuk
meninggalkan Perancis. Calvin pergi ke Basel, Swiss, di mana pada usianya yang
masih muda, yaitu dua puluh enam tahun ia telah menyelesaikan magnum opus-nya, The institutes of the Christian Religion, suatu apologetik yang
mempertahankan Protestanisme di hadapan Raja Perancis. Karya ini kemudian
direvisi beberapa kali sampai pada akhirnya berisi delapan pasal dan berjumlah
empat jilid.
Setelah
pendahuluan yang singkat di Strasbourg, Calvin kembali ke Geneva, Swiss pada
tahun 1541, dan tinggal di sana sampai akhir hayatnya. Di tempat itu, Calvin
sebagai pendeta mengahbiskan waktunya dengan berkhotbah dan mengajar setiap
hari. Ia juga menulis tafsiran-tafsiran dari kedua puluh tujuh kitab PL dan
semua kitab PB kecuali Wahyu. Otoritas Calvin di Geneva adalah dalam bidang
eklesiastikal dan politik, sehingga ia mendakwa (dan kadang-kadang menghukum)
orang karena bidat. Pembakaran Servetus karena bidat melawan Trinitas sekarang
dipandang sebagai hal yang telah serius merusak karir Calvin.
Namun
demikian, pada zaman Calvin, di Geneva dan juga di tempat lain, para pemimpin
dan para bidat seperti itu mengetahui bahwa jenis pengajaran Servetus merupakan
kejahatan yang lebih serius dibandingkan dengan pembunuhan dan patut dihukum
mati. Calvin tidak berhasil dalam berbagai usahanya untuk menyelamatkan
Servetus, dan pada akhirnya dengan sedih harus menjatuhkan hukuman kepadanya.
Calvin
disebut penafsir Alkitab ilmiah yang pertama. Ia mendirikan teologi di atas
kedaulatan Allah, yang telah mengarahkan Gereja Reformed di Eropa dan
Skotlandia.
3.
ULRICH
ZWINGLI (1484-1531)
Pada saat Calvin
melayani jemaat yang berbahasa Perancis di Swiss, Ulrich Zwingli, yang lahir
pada tahun 1484, melayani jemaat yang berbahasa jerman. Zwingli studi di Berne,
Vienna dan Basel, di mana ia masuk keimaman Roma Katolik dari tahun 1506-1518.
Pada masa akhir dari periode itu, yaitu pada waktu ia sedang studi PB Yunani
Erasmus, Zwingli bertobat kepada Kristus dan pandangan Reformasi. Di tahun 1519,
pada waktu ia menjadi pastor di Gereja katedral yang besar di Zurich, Zwingli mulai
berkhotbah ekspositori dan menentang praktik-praktik Roma Katolik. Dalam
perdebatan publik di hadapan sidang kota, pandangan Zwingli diadopsi, dan hal
itu menyebabkan penyebaran teologi Reformasi dan praktiknya. Pastor menikah,
patung-patung dilarang, Misa dihapuskan, dan harta Gereja dimanfaatkan untuk
pendidikan.
Zwingli yang
mengadopsi pandangan memorial dari perjamuan Tuhan, telah
menyebabkan putus hubungan dengan Luther, meskipun mereka sepakat dalam hal
keselamatan berdasarkan iman. Zwingli dibunuh pada tahun 1531, di dalam sebuah
perang dengan provinsi tetangga Roma Katolik. Zwingli juga telah meninggalkan
jejak, yaitu Anabaptis, yang telah mengadopsi beberapa pandangan yang lebih
radikal dibandingkan dengan pandangan-pandangan dari Luther dan Calvin.
III.
DOKTRIN-DOKTRIN
UMUM TEOLOGI REFORMASI.
1.
Marthin
Luther
Ada 3 hal yang secara substansial
menjadi doktrin teologis Martin Luther dalam usahanya memperbarui Gereja,
antara lain: 1) Ajaran tentang yustifikasi (pembenaran) yang radikal atas
manusia melalui sola fide. 2) Ajaran tentang infalibilitas
(ketidaksesatan) Alkitab, yang dipandang sebagai satu-satunya sumber kebenaran.
3) Ajaran tentang imamat umum dalam hubungannya dengan kuasa untuk menafsirkan
Alkitab. Sementara itu, semua proposisi teologis lainnya merupakan akibat dari
prinsip-prinsip tersebut, misalnya: ajaran tentang yustifikasi, predestinasi,
kembali ke Alkitab, Sakramen, Gereja, pemikiran politik reformasi dan pengaruh
pemikiran reformasi atas sejarah. Selanjutnya, akan dibahas beberapa
penjabaran atas substansi doktrin tersebut di atas.
1. Sola Fide (Hanya Iman)
Doktrin
tradisional Gereja mengatakan bahwa manusia diselamatkan oleh iman dan karya-karyanya.
Hal itu berarti iman menjadi nyata ketika diwujudkan dan diungkapkan secara
konkret dalam karya-karya. Dengan tegas, Luther menanggapi doktrin tradisional
tersebut dengan cara menentang nilai karya manusia dan hanya membenarkan nilai
iman.
Perlawanan
Luther juga dilatarbelakangi oleh rasa frustasi secara psikologis yang mendalam
yang ia rasakan karena berpikir bahwa ia tidak mampu memperoleh keselamatan
kekal dengan usaha dan karya manusiawinya sendiri. Ia mengalami sendiri suasana
batin bahwa ia tetap berdosa meskipun telah melakukan banyak usaha untuk hidup
baik dan saleh. Meskipun telah berpuasa, menjalani hidup mati raga, berziarah
dan menerima sakramen, Luther tetap merasa jatuh dan jatuh lagi ke dalam dosa
yang sama. Kemudian, ia berkeyakinan bahwa kegagalan terus menerus untuk hidup
baik tersebut menunjukkan rusaknya kodrat manusia pada akarnya. Manusia itu
sedemikian rusak kodratnya, sehingga usaha apapun yang dilakukan untuk hidup
baik tidak akan berhasil.
Selanjutnya,
rasa frustrasi tersebut membawanya pada sebuah solusi, yakni hanya dengan
beriman pada Allah saja, keselamatan dapat diperoleh. Baginya, imanlah yang
membebaskan dan secara radikal mencabut kekhawatiran hidup insan beriman.
Motivasi konseptual doktrin Luther adalah Allah menciptakan manusia “dari
ketiadaan”. Dengan demikian, manusia tidak akan mampu melakukan hal baik yang
dinilai di hadirat Allah. Luther juga berpendapat bahwa Iustitia Dei (keadilan
Allah) semata-mata dianugerahkan oleh Allah kepada manusia. Keadilan ini tanpa
menuntut jasa dan hak manusia. Manusia mendapatkan keadilan Allah bukan karena
karya-karyanya, melainkan karena kepastian akan keselamatan yang dilakukan oleh
Allah. Jadi, semakin ditegaskan bahwa karya insani manusia tidak dapat
menyelamatkan manusia.
2. Sola Scriptura (Hanya Alkitab)
Alkitab
merupakan asas tunggal hidup gereja karena berisi semua kebenaran yang
diwahyukan Allah. Dengan kata lain, selain Alkitab, tidak ada sumber-sumber
keselamatan, termasuk tradisi kristiani sekalipun. Baginya, tradisi kristiani
hanyalah ciptaan manusia yang tidak dapat dijadikan sumber keselamatan. Semua
yang dapat diketahui tentang Allah dan hubungan antara manusia dengan Allah
sudah difirmankan dalam Alkitab secara terbuka. Dengan demikian, segala macam
ajaran Gereja, Filsafat-Teologi dan Hukum Kanonik Gereja ditolak dan dipandang
lebih mengaburkan daripada menguatkan cahaya Injil yang dipancarkan Allah
kepada orang beriman melalui Alkitab. Oleh sebab itu, Luther mengganti struktur
hierarki Gereja dengan menonjolkan peranan jemaat awam dan fungsi imamat semua
orang beriman dalam kehidupan Gereja. Dengan demikian, hanya Alkitab saja yang
memiliki otoritas infalibel (tidak dapat sesat).
Untuk
mencapai tujuan tersebut, ia menerjemahkan Alkitab ke dalam Bahasa Jerman,
karena Alkitab berbahasa Latin (Vulgata) tidak dapat dipahami oleh semua orang,
kecuali para klerus, biarawan dan biarawati. Melalui Alkitab yang dianggap
sebagai satu-satunya sumber kebenaran itu, Luther berusaha mencari alasan yang
tepat mengenai yustifikasi iman dengan tujuan untuk memberi dasar yang kokoh
pada ajaran dan doktrinnya.
3. Sola Gratia (Hanya Anugerah)
Dalam
imannya, manusia sudah dapat merasa dibenarkan oleh Allah karena rahmat-Nya
semata-mata. Berkenaan dengan cara berpikir ajaran tersebut, selanjutnya tidak
dibutuhkan lagi perantara manusia dengan Allah, misalnya: peran dan fungsi imam
yang menuntut ajaran Gereja Katolik supaya dapat menyalurkan rahmat pengampunan
dosa dari Allah kepada manusia. Luther yakin bahwa setiap individu beriman
berhadapan langsung dengan Allah sendiri dan secara pribadi bertanggungjawab
kepada-Nya.
Pada akhir
abad pertengahan sampai awal zaman renaissance (kebangunan kembali), peran dan
kredibilitas para klerus semakin menurun. Kesucian Gereja Katolik ternoda oleh
kebobrokan yang dilakukan oleh para klerus, situasi yang terjadi pada waktu itu ialah banyak orang
sederhana percaya bahwa dengan membeli surat itu, mereka akan memperoleh
keselamatan karena dosa-dosa mereka telah terampuni. Hal itu berarti
keselamatan manusia merupakan hasil prestasi manusia itu sendiri dan bukan disebabkan
anugerah Allah.
Kekecewaan
Luther terhadap para klerus tersebut menjadi dasar pemikirannya bahwa manusia
beriman tidak membutuhkan mediasi insani. Kebebasan umat beriman yang adalah
anak-anak Allah telah memungkinkan Allah untuk berhubungan secara langsung
dengan mereka. Hal itu melandasi pemikiran Luther lainnya, yakni penolakkan
terhadap Ekaristi sebagai sebuah kurban. Kurban salib Kristus hanya terjadi
sekali, yakni di puncak Kalvari dan setelah itu tidak terulang lagi. Kemudian,
Luther mereduksi jumlah sakramen dari 7 menjadi 2, yakni sakramen Babtis dan
Ekaristi. Berkaitan dengan sakramen, ia mengevaluasi pemahaman tradisional
tentang sakramen dengan mengurangi tanda-tanda lahiriah dari rahmat
sakramentali, iman dan kebebasan yang sungguh kuat tentang kultus.
2.
JOHN
CALVIN
Teologi
Calvin: Kedaulatan Allah
Calvin
beranggapan bahwa dari
semua atribut Allah, yang paling penting untuk dialami secara pribadi adalah
providensi-Nya karena atribut ini paling konkret menunjukkan kedaulatan-Nya.
Providensi Allah tak dapat dipisahkan dari karya-Nya sebagai Pencipta[2].
Tetapi jika Allah hanya sekadar Pencipta, Ia tidak akan berhubungan dengan
ciptaan itu sama seperti seorang pembuat jam yang tidak lagi terlibat dengan
beroperasinya sebuah jam setelah ia membuatnya. Sebab itu, Calvin memandang
providensi pemeliharaan Allah meliputi seluruh tatanan ciptaan. "Ia
menopang, memberi makan, dan memerhatikan segala sesuatu yang telah
dijadikan-Nya, bahkan burung pipit yang tak berarti sekalipun" (Institutes
1. 16. 1). Calvin bersikeras bahwa pandangannya tidak memimpin ke dalam
fatalisme atau menolak tanggung jawab manusia. Sementara menegaskan providensi
Allah, ia menolak gagasan tentang nasib, kebetulan, dan keberuntungan serta
menganggapnya sebagai "temuan-temuan kafir".
Dengan demikian, Calvin membicarakan providensi Allah tidak
sekadar untuk isi intelektual dari providensi tersebut, tetapi untuk nilai
religius praktis yang luar biasa besarnya bagi orang beriman. Kepercayaan pada
providensi Allah memberi penghiburan besar kepada orang beriman bahwa segala
kehidupan berada di bawah kendali Bapa surgawi yang penuh kasih dan tidak ada
yang terjadi secara kebetulan. Pada saat yang sama, kepercayaan ini memberi
suatu rasa takjub dan takut yang sepantasnya terhadap Allah, karena dalam
rencana-Nya, Allah juga menyatakan kepada orang-orang Kristen tanggung jawab
mereka untuk menemukan dan menggenapi kehendak-Nya. Berusaha mempertemukan
kedaulatan Allah dengan tanggung jawab manusia, Calvin menegaskan penundukkan
pada kehendak Allah dan mengakui serta menerima bagaimana Allah memakai
keadaan-keadaan sekitar untuk mengajar kita taat pada firman-Nya.
Antropologi
Calvin: Penciptaan, Kejatuhan, Penebusan
Karena
Allah adalah Raja yang berdaulat yang memerintah atas ciptaan-Nya, maka segala
sesuatu yang diciptakan-Nya, termasuk manusia, harus melayani dan memuliakan
Dia. Moto Calvin menjelaskan tugas kita: "Hatiku kupersembahkan kepada-Mu,
O Tuhan, siap dan tulus."
Karena
manusia telah berdosa, mereka tidak hidup sesuai maksud mereka. Seperti Luther,
Augustinus, dan Paulus, Calvin dengan tajam mempertentangkan kemuliaan dan
ketulusan manusia sebagai gambar Allah dengan kerusakan dan kefasikannya
setelah kejatuhan. Alkitab melukiskan manusia yang telah jatuh sebagai manusia
yang tidak mempunyai kebaikan dan kekuatan. Tidak ada perbuatan manusia yang
tak ternodai oleh kerusakan yang diakibatkan oleh kejatuhan itu. Meskipun
gambar ilahi tidak sama sekali rusak, tetapi gambar ini telah mengalami
distorsi yang luar biasa. Dihukum karena dosanya dengan diambil hikmat dan
kebenarannya, Adam menunjukkan kebodohan, kesia-siaan, dan kefasikan. Adam yang
telah jatuh ini menurunkan pembawaan-pembawaan ini kepada keturunannya dalam
kesalahan dan kerusakan yang disebut sebagai "dosa asal". Dosa asal
bukan hanya kerusakan yang diwariskan, tetapi juga, menurut Calvin, merupakan
kesalahan yang diimputasikan, suatu putusan hukum yang dikenakan oleh Allah
seperti dalam sidang pengadilan. Mengulangi pengajaran Paulus dalam Roma 5,
Calvin mengajarkan bahwa Adam berdosa bukan sekadar bagi dirinya, tetapi
sebagai seorang wakil federal bagi seluruh umat manusia, sama seperti Kristus,
"Adam Kedua", yang mati sebagai wakil bagi dosa manusia.
Kerusakan
yang kita warisi berarti bahwa setiap kehendak individual diperbudak oleh dosa,
dan kita sama sekali tidak dapat melakukan yang baik. Manusia yang jatuh tidak
memunyai kehendak bebas moral. Karena kehendak manusia dalam keadaan
naturalnya, belum ditebus, adalah hamba dosa, hanya orang-orang yang telah
dibebaskan oleh anugerah Allah-lah yang adalah agen-agen moral yang bebas.
Tidak setuju dengan banyak filsuf, Calvin bersikeras bahwa kehendak dan rasio
manusia begitu dilumpuhkan oleh dosa sehingga ia tidak dapat berfungsi seperti
yang dimaksudkan sejak asalnya, manusia tidak dapat berbuat baik dan menyembah
Allah. Calvin berpendapat bahwa, di antara semua Bapa Gereja, hanya Augustinus
yang mengenali cakupan sepenuhnya dari kerusakan manusia. Dosa begitu
merusakkan natur manusia sehingga manusia dalam keberadaan totalnya (akal,
kehendak, afeksi, dsb.) dapat melakukan yang baik yang diwajibkan Allah baginya
hanya melalui anugerah Allah saja.
Pandangan
Calvin tentang keselamatan adalah bahwa dalam kasih dan ketaatan dan sebagai
pengganti, Kristus telah membayar hukuman bagi dosa di Kalvari untuk
menyelamatkan orang-orang yang telah dipilih Allah untuk diselamatkan. Dalam
penebusan, anugerah Allah diimputasikan kepada (dianggap sebagai milik)
orang-orang percaya, bukan diinfusikan (dicurahkan) ke dalam diri orang-orang
percaya. Calvin menerangkan doktrin keselamatan dalam pembicaraannya tentang
karya Roh Kudus, yang menerapkan karya Kristus kepada orang percaya. Roh
menciptakan pertobatan dan iman dalam hati serta memperbarui gambar Allah dalam
orang-orang yang telah dipilih untuk ditebus itu. Mengikuti Paulus dalam Efesus
2:8-9, Calvin menyatakan bahwa iman adalah sarana yang melaluinya orang-orang
percaya dipersatukan dengan Allah, tetapi iman itu sendiri adalah suatu
pemberian dari Allah. Perbuatan baik mengikuti iman, tetapi tidak dapat menjadi
dasar bagi keselamatan. Dalam keselamatan, seperti dalam penciptaan dan
penataan dunia, tema Calvin yang berulang adalah kebergantungan manusia pada
kedaulatan Allah.
Calvin
memakai istilah pemilihan untuk menerangkan bagaimana kedaulatan Allah
beroperasi dalam keselamatan. Hanya setelah memahami kondisi keberdosaan
manusia, kita dapat memahami keniscayaan adanya pilihan. Orang-orang yang tidak
menegaskan pemilihan oleh Allah, menurut pendapat Calvin, cenderung kepada
berbagai bentuk Pelagianisme, yang mengajarkan bahwa manusia dapat mengusahakan
keselamatan mereka sendiri tanpa anugerah Allah atau memerlukan anugerah untuk
membantu mereka dalam usaha menyelamatkan diri sendiri. Doktrin Calvin tentang
pilihan atau predestinasi menentang pandangan Renaisans tentang "homo
mensura" (manusia adalah ukurannya) dan gagasan abad pertengahan tentang
anugerah kooperatif, yang keduanya mendukung otonomi manusia.
3.
ULRICH ZWINGLI
Zwingli
pernah menjadi pastor Gereja Katolik Roma di Glarus. Ia adalah murid dari
Erasmus, namun dalam pekerjaannya itu, ia lebih banyak dipengaruhi oleh
Augustinus. Zwingli berpendapat bahwa suatu doktrin tidak boleh berlawanan
dengan akal. Hal ini dapat kita bandingkan dengan teologi Luther yang kurang
menekankan peranan akal dalam teologinya.
Baptisan:
dalam salah satu karyanya, Zwingli menulis buku berjudul Baptisan, Baptisan
Ulang dan Baptisan Anak. Di dalamnya ia membela dilakukannya baptisan anak,
baginya baptisan anak merupakan tanda perjanjian, dan perjanjian meliputi
seluruh keluarga bukan hanya oknum-oknum tertentu. Namun, meskipun ia
mempertahankan baptisan anak, Zwingli (berlainan dengan Luther) menolak
kepercayan Katolik Roma, bahwa baptisan, juga baptisan anak memberikan
kelahiran baru dan pengampunan dosa. Ia berpendapat bahwa baptisan merupakan
tanda luar dari iman kita. Lebih lanjut Zwingli berpandangan bahwa sakramen
(baptisan) adalah tindakan simbolis, yang menunjuk kepada keselamatan yang
diberikan Kristus dan yang dipakai oleh orang-orang percaya untuk memperingati
dan untuk menyatakan iman mereka[3].
Mengenai
Perjamuan Kudus: Zwingli menolak kehadiran yang nyata dari tubuh dan darah
Kristus, ia menegaskan bahwa roti dan anggur hanya lambang dari tubuh dan darah
Kristus. Bagi Zwingli Perjamuan Kudus merupakan peringatan pengucapan syukur,
pada waktu mana kita memperingati karya Kristus di kayu salib. Ia juga
berpendapat, bahwa “tubuh” dan “darah” adalah lambang untuk keselamatan yang
diperoleh Kristus dengan tubuh dan darah-Nya di kayu salib.
Gereja dan negara: Zwingli tidak begitu menaruh perhatian yang khusus pada peranan negara dalam gereja sebagaimana pandangan Luther. Ketika ia diangkat menjadi imam di wilayah Glarus tahun 1516, ia menentang praktek perdagangan tentara bayaran yang dilakukan pemerintah Swis. Menurutnya praktek-praktek ini tidak bermoral dan Zwingli mengkritik hal ini dengan khotbah-khotbah yang ia utarakan.
Gereja dan negara: Zwingli tidak begitu menaruh perhatian yang khusus pada peranan negara dalam gereja sebagaimana pandangan Luther. Ketika ia diangkat menjadi imam di wilayah Glarus tahun 1516, ia menentang praktek perdagangan tentara bayaran yang dilakukan pemerintah Swis. Menurutnya praktek-praktek ini tidak bermoral dan Zwingli mengkritik hal ini dengan khotbah-khotbah yang ia utarakan.
TEOLOGI PARA REFORMATOR[4]
Doktrin
|
Luther
|
Calvin
|
Zwingli/Anabaptis
|
Kitab
Suci
|
Otoritas satu-satunya yang tanpa salah
untuk iman dan keselamatan. Kitab Suci menunjuk pada Kristus
|
Alkitab, bukan gereja yang merupakan
finalitas terakhir. Penafsir ilmiah yang pertama
|
Z : Otoritas yang tanpa salah harus
menentukan semua praktik-praktik Kitab Suci akan digenapi. Orang biasa dapat
mengerti.
|
Predestinasi
|
Semua peristiwa ditetapkan oleh Allah.
Mengajarkan predestinasi ganda
|
Predestinasi diperlukan, karena
depravitas (kerusakan moral) dari manusia
|
Predestinasi berdasarkan pada
providensia Allah
|
Kristus
|
Dalam perjamuan Tuhan, natur manusia
mengambil karakteristik ilahi seperti kemahahadiran
|
Pandangan ortodoksi; satu pribadi
dengan dua natur, tanpa ada kecampur adukan
|
Pandangan ortodoksi; satu pribadi
dengan dua natur, tanpa ada kecampur adukan
|
Manusia
dan Dosa
|
Manusia tercemar dan tidak mampu untuk
membebaskan dirinya sendiri. Anugerah diperlukan karena dosa.
|
Manusia tercemar dan tidak mampu untuk
membebaskan dirinya sendiri. Anugerah diperlukan karena dosa.
|
Manusia tercemar dan tidak mampu untuk
membebaskan dirinya sendiri. Anugerah diperlukan karena dosa.
|
Penebusan
|
Kristus mati sebagai kematian
substitusionari bagi semua
|
Kristus mati sebagai kematian
substitusionari bagi semua
|
Kristus mati sebagai kematian
substitusionari bagi semua
|
Keselamatan
|
Justifikasi hanya dengan iman, bukan
perbuatan
|
Justifikasi dengan iman sebagai
tindakan legal dari Allah, mengimputasikan kebenaran kepada orang percaya.
Pemilihan tanpa syarat adalah dasar.
|
Kristus mati sebagai kematian
substitusionari; membayar dosa asal dan dosa aktual. Bergantung pada
pemilihan kekal.
|
Gereja
|
Keimaman dari semua orang percaya
terdiri dari semua orang percaya di bumi
|
Keselamatan bisa di luar gereja.
Gereja adalah yang kelihatan dan tidak kelihatan.
|
A: Gereja hanya terdiri dari
orang-orang percaya; anak-anak tidak termasuk. Gereja dan Negara terpisah.
Orang percaya adalah pasifis.
|
Baptisan
|
Mengkomunikasikan anugerah. Hasilkan
pengampunan dosa; perlu untuk keselamatan. Anak-anak dibaptis
|
Hanya untuk orang percaya, tetapi
anak-anak di baptis untuk memperlihatkan mereka ada di dalam kovenan
|
Z: Anak-anak dibaptis
A: Hanya orang percaya; menolak
baptisan anak
|
Perjamuan
Tuhan
|
Kristus hadir dalam arti yang nyata.
Orang-orang tidak percaya bisa mendapat manfaat
|
Komunikasikan anugerah. Orang percaya
berbagian dalam kristus melalui iman
|
Z: hanya peringatan. Roti adalah
simbol dari kristus, bukan tubuh harfiah-Nya.
|
IV.
PENYEBAB KEMUNCULAN TEOLOGI
REFORMASI
Reformasi menandai suatu titik balik yang besar dalam
perkembangan doktrinal di gereja. Sejak seribu tahun sebelumnya, otoritas
gereja telah berkembang terus sampai pada tradisi gereja Roma Katolik dan
otoritas kepausan yang menetapkan apa yang harus dipercayai oleh seseorang.
Reformasi telah mengubah semua itu.
Ada beberapa faktor yang memicu Reformasi Protestan. Salah
satunya adalah faktor politik. Islam telah menjatuhkan Constantinople pada
tahun 1453, dan menyebabkan keruntuhan gereja Timur. Selain itu Islam bergerak
ke barat, dan mengancam kuasa dari kepausan dan juga mempengaruhi kepausan
melalui literaturnya, yang menyebar sampai Eropa. Selain itu, pendirian
propinsi nasional dan kota-kota otonomi di Eropa telah menentang otoritas
politik Roma. Semangat nasionalistik bangkit melalui pemimpin-pemimpin politik
lokal yang mendorong dan mendukung para Reformator.
Faktor kedua adalah pendidikan, yang dipicu oleh Renaissance. Renaissance( Bahasa
Perancis, artinya lahir kembali) membuka pikiran manusia untuk mempelajari
literature klasik di samping Alkitab. Para humanis Kristen ada di garis depan
dalam gerakan pendidikan ini, khususnya Erasmus, yang menghasilkan PB dalam
bahasa aslinya, bukan latin vulgate.
Lahirnya percetakan memungkinkan lebih banyak orang dapat mempelajari Kitab
Suci sendiri. Renaissance telah pula menyebabkan penekanan pada sentralitas
manusia, yang pada derajat tertentu mempengaruhi munculnya ajakan para
Reformator untuk memiliki iman dan keselamatan yang bersifat pribadi.
Ada pula faktor ekonomi dan social yang mendorong Reformasi.
Dengan berakhirnya Abad Pertengahanm maka muncullah perkembangan ekonomi
melalui pasar yang dihasilkan oleh kota-kota dan koloni-koloni. Golongan kelas
menengah muncul untuk menolak aliran uang ke Roma.
Tidak diragukan lagi, faktor religius tentu saja sangat
signifikan. Setelah memiliki akses ke PB, para Reformator dan para humanis
Kristen menemukan ketidakkonsistenan antara Gereja di PB dengan praktik-praktik
gereja di Roma. Korupsi ditemukan mulai dari keimaman sampai kepausan di gereja
Roma; ada jual beli jabatan di gereja. Penjualan surat penghapusan dosa yang
memungkinkan seseorang membayar di muka untuk dosa., untuk memastikan pengampunan
dosa. Praktik inilah yang secara khusu membangkitkan amarah Marthin Luther dan
puncaknya adalah pemutusan hubungan dengan gereja Roma.
Orang-orang seperti Luther telah mengembalikkan otoritas
Kitab Suci, di mana hanya Alkitab yang merupakan otoritas terakhir bagi apa
yang kita percaya dan lakukan. Pembaruan penekanan pada otoritas Alkitab dan
studi Kitab Suci telah memberikan kesadaran tentang doktrin pembenaran
berdasarkan iman., demikian pula doktrin-doktrin Kristen historik lainnya.
Luther di Jerman dan Zwingli serta Calvin di Switzerland menyebarkan pengajaran
Kitab Suci dari mimbar dan melalui tulisan yang berjilid-jilid. Hari yang baru
telah terbit. Pengetahuan dari Kitab Suci kembali dipropagandakan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :
Secara ringkas, ajaran dan doktrin
pokok Luther adalah sebagai berikut: sola fide atau pembenaran
oleh iman saja dan tidak oleh karya-karya manusia yang baik sekalipun; sola
scriptura atau hanya Alkitab dan bukan tradisi manusiawi yang merupakan
norma iman yang mempunyai wibawa; dan sola gratia atau
pembenaran oleh rahmat Allah saja. Beberapa ajaran lainnya merupakan
konsekuensi dari ketiga doktrin teologis tersebut. Seluruh ajaran dan doktrin
Luther merupakan bentuk perlawanan terhadap kondisi aktual Gereja Katolik waktu
itu yang sedang kacau.
Bagi Gereja Katolik, munculnya
ajaran dan doktrin Luther ini sepatutnya dijadikan bahan refleksi. Kita tahu
bahwa sejak kemunculan ajaran dan doktrin Luther, Gereja bersikap tegas untuk
melawannya. Akan tetapi, secara rasional, apa yang diajarkan Luther memiliki
unsur kebenaran. Kita bahkan tidak bisa mengelak dari kenyataan kebobrokan
Gereja Katolik pada waktu itu. Oleh sebab itu, kiranya baik jika peristiwa
Reformasi Protestantisme yang juga disertai dengan kemunculan ajaran dan
doktrin Luther maupun yang lain ini, kita jadikan bahan untuk bersikap self-critic.
Terhadap masa lalu, kita belajar dan berusaha mensyukurinya. Sementara itu,
terhadap masa depan, kita juga harus bersikap terbuka akan segala kemungkinan
yang terjadi, termasuk perubahan-perubahan. Dengan demikian, kita dapat terus
berkarya sebagai umat Allah dalam satu persekutuan besar Gereja.
DAFTAR PUSTAKA
Enns
Paul, The Moody Handbook Of Theology 2,
2007 (Malang: Literatur SAAT)
Suharyo, Ignatius. Penj., Kamus
Teologi, Entri
“Lutheranisme.” Yogyakarta: Kanisius, 1996. Diterjemahkan dari O’Collins,
Gerald dan Farrugia, Edward G. A
Concise Dictionary of Theology. New
Jersey: Paulist Press, 1991.
Lumintang I. Stevri, Theologia
dan Misiologia Reformed, 2006, Departemen Literatur PPII. Batu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar