Selasa, 17 Oktober 2017

Sejarah Teologi Reformasi

SEJARAH TEOLOGI REFORMASI

DAFTAR ISI

BAB I             : PENDAHULUAN
I.       Latar Belakang ..…………………………………………………………….2
II.    Rumusan Masalah ……………………………………………..……………3
III. Tujuan ………..……………………………………………………………..3
BAB II            : PEMBAHASAN
I.       Sejarah teologi reformasi ..…………………….………...…………………..4
II.    Tokoh-tokoh penting dalam teologi reformasi …..……………..…………...6
III. Doktrin-doktrin umum teologi reformasi……………...…………………….8
IV. Penyebab kemunculan teologi reformasi……………………………………16
BAB III          : PENUTUP
Kesimpulan ………………………………………………………………....19
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………...20















BAB I
PENDAHULUAN
I.                   LATAR BELAKANG
Jerman, pada tanggal 31 Oktober 1517 barangkali menjadi tempat yang tak pernah akan dilupakan sepanjang sejarah Kekristenan. Marthin Luther memicu Reformasi pada waktu Ia memakukan kesembilan puluh lima tesis yang melawan gereja Katolik pada pintu Gereja di Wittenberg. Di tempat itulah, untuk pertama kalinya, seruan pembaharuan Gereja diagungkan. Luther menekankan sola scriptura, yaitu hanya Kitab Suci yang merupakan otoritas bagi semua orang, bukan gereja dan konsilinya. Kewibawaan teologis-doktrinal Gereja diguncang dan dipertanyakan. Sosok Martin Luther berdiri kokoh di balik seruan pembaharuan Gereja tersebut. Baginya, reformasi adalah sebuah kemendesakan, bukan sekadar pilihan dari pihak Gereja.
Berbeda dengan Calvin dan Zwingli, yang pada masa itu juga menyerukan gagasan reformasi, Luther dipandang sebagai epitom dari gerakan reformasi. Setidaknya ada dua alasan yang mendukung pernyataan tersebut: (1) Luther adalah Reformator yang paling berpengaruh bagi tokoh sezaman dan sesudahnya. Bahkan Calvin dan Zwingli pun berhutang inspirasi dari perjuangan dan ajaran Luther; (2) Lutherlah yang pertama kali paling serius menekankan reformasi teologis, dimana menuntut perbaikan mendasar dalam ajaran gerejawi, ketimbang reformasi dalam aspek moral maupun institusional sebagaimana yang ditekankan reformator sebelumnya (mis:  Wycliffe dan Huss). Luther melihat perubahan praktik dan moral hanyalah mungkin jika ajaran iman kepercayaan dibenahi dahulu.
Reformasi menandai suatu titik balik yang besar dalam perkembangan doctrinal di gereja. Sejak seribu tahun sebelumnya otoritas Gereja telah berkembang terus sampai pada tradisi Gereja Roma Katolik dan otoritas kepausan yang menetapkan apa yang harus di percayai oleh seseorang. Reformasi telah mengubah semuanya.

I.                   Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1.      Sejarah teologi reformasi.
2.      Tokoh-tokoh penting dalam teologi reformasi.
3.      Doktrin-doktrin umum teologi reformasi.
4.      Penyebab kemunculan teologi reformasi
II.                Tujuan Pembuatan Makalah
1.      Dapat mengetahui sejarah teologi reformasi.
2.      Dapat mengetahui tokoh-tokoh penting teologi reformasi.
3.      Dapat mengetahui doktrin-doktrin umum teologi reformasi.
4.      Dapat mengetahui penyebab munculnya teologi reformasi.












BAB II
PEMBAHASAN

I.                   SEJARAH TEOLOGI REFORMASI
   Martin Luther adalah anak seorang petani yang sangat miskin. Meski demikian, ia mewarisi pola kehidupan keluarga yang sangat berani. Berbagai peristiwa yang dialaminya seperti kematian orang-orang yang dekat dengannya membuatnya menjadi seseorang yang sangat serius terhadap iman kepercayaan.
Martin Luther dipengaruhi oleh teolog besar Medieval, Wiliam of Ockham (1280-1349).  Masa medieval dilatarbelakangi dengan pemikiran Agustinus (354-430) yang berpengaruh besar pada abad 4 dan 5. Kemudian dilanjutkan dengan pemikiran Anselm(1033-1109) yang mempengaruhi sampai abad 11.Setelah itu mulailah perode medieval sampai abad 16, yang ditandai dengan medieval theology, medieval philosophy, dan kebangunan filsafat Aristoteles pada abad 13, yaitu natural theology yang menyatakan bahwa manusia tak memerlukan berkat khusus dan karunia Roh Kudus untuk meyakini dan memikirkan bahwa keberadaan Allah adalah sesuatu yang logis. Pada abad 15, Renaissance (kebangunan kembali) mencapai puncaknya dalam high-renaissance dan pemimpin gereja juga sedang membangun gedung gereja terbesar di dunia yaitu Basilea Santo Petrus di Vatikan, yang dirancang oleh Michelangelo, salah seorang tokoh high-renaissance di Italia, dan ketika sedang dibangun, pihak gereja mengalami kekurangan dana, sehingga gereja mulai menjual surat pengampunan dosa[1]. Keadaan ini membuat Martin Luther tak dapat menunggu lagi untuk melawan kerusakan gereja yang telah melawan Kitab Suci.Ia tak hanya melihat gejalanya saja tapi akar masalahnya yaitu aspek doktrin, yang menjadi dasar kehidupan bergereja.
Luther memikirkan secara serius perihal ajaran keselamatan yang dipegang oleh Gereja pada saat itu. Baginya, perolehan keselamatan, yang melulu digantungkan pada besarnya usaha-usaha (pekerjaan insani) manusia, adalah sebuah kenaifan. Jika demikian adanya, bagaimana mungkin orang yang berdosa berat, misalnya, dapat mengharapkan adanya keselamatan bagi dirinya? Dalam kontkes ini, maka, pribadi Allah hanya dimengerti sebagai seorang hakim nan kejam yang kerjanya menimbang jumlah baik-buruk pekerjaan manusia, sementara pribadi-Nya yang Maha kasih dan penuh cinta ditempatkan dalam ruang gelap pemahaman iman. Luther berpikir sebaliknya. Perenungannya terhadap tulisan-tulisan Paulus, khususnya Surat Roma, membawanya pada sebuah pemahaman baru perihal keselamatan. Baginya, keselamatan adalah soal pemberian anugerah Allah yang diperoleh lewat iman. Hanya dengan iman lah manusia dapat diselamatkan, dan bukan dengan pekerjaan-pekerjaan insani. Perbuatan baik manusia hanyalah konsekuensi dari anugerah keselamatan.
Awal kelahiran gagasan Luther mengenai pembenaran oleh iman sejatinya tidak bisa dilepaskan dari gagasan teologis yang berkembang pada saat itu. Sekitar abad 14 dan 15, banyak teolog skolastik, lantaran pengaruh William Ockham, cenderung untuk mengarahkan perbincangan teologis dalam wadah yang bernama nominalisme. Pada masa itu, nominalisme, secara nyata, terepresentasi dalam sebuah gerakan religius yang kerap didefinisikan sebagai via moderna. Gerakan via moderna menyerbu masuk dan bertumbuh subur di banyak universitas pada masa itu, khusunya universitas-universitas di Eropa Utara. Lantaran Luther pernah belajar di Universitas Erfrut – dimana suasana akedemisnya diwarnai oleh pemikiran via moderna – dan lagi, setelah masuk biara Agustinian, ia berkonsentrasi pada teologi via moderna, maka tidak sedikit pengaruh yang ditularkam oleh via moderna dalam diri Luther. Dalam gerakan via moderna, optimisme pada kemampuan-kemampuan manusia begitu diunggulkan.
Dengan kata lain, manusia dimungkinkan untuk mengerjakan segala sesuatu yang perlu guna masuk dalam suatu hubungan dengan Allah. Karena itu, bisa dimengerti bahwa dalam perjalanan batinnya, Luther sempat disibukkan dengan urusan mengejar prestasi kesalehan individual demi pencapaian keselamatan. Segala amalan yang mungkin dilakukan oleh manusia, ia kerjakan. Dalam artian ini, maka, gerakan via moderna tak jarang disebut sebagai pelagian lantaran banyak mengadopsi gagasan pelagius dalam memahami arti pembenaran/keselamatan.
II.                TOKOH-TOKOH PENTING DALAM SEJARAH REFORMASI
1.                  MARTIN LUTHER (1483-1546)
Martin Luther, katatis dari Reformasi Protestan, dilahirkan dari keluarga petani di Eisleben, Saxony, pada tahun 1483. Dasar dari pemikiran teologinya mungkin muncul pada saat ia dikonfrontasi oleh kebutuhan wahyu ilahi pada waktu ia belajar di Universitas Erfurt. Luther masuk ke biara Roma Katolik, karena ia telah berjanji pada Santa Anna bahwa ia akan menjadi biarawan setelah ia diselamatkan dari kilat yang sangat dahsyat. Namun, dalam perjalanan ke Roma, Luther terganggu pada waktu ia melihat ke korupan Gereja Roma Katolik. Ia kembali ke Wittenberg di mana ia menerima gelar doctor dalam teologi dan kemudian mengajar Alkitab. Melalui studi Alkitab, khususnya Roma 1:17, Luther sampai pada suatu pengetahuan bahwa pembenaran hanya berdasarkan iman. Hal itu menjadi dasar teologinya dan oposisi terhadap gereja katolik.
Luther meninggalkan legasi teologis yang sangat banyak: ia mengajarkan bahwa hanya sakramen baptisan dan Perjamuan Tuhan yang sah; ia menulis banyak buku, menentang Gereja Roma dan membuat buku katekismus sendiri; ia memberikan Gereja beberapa himne yang agung, seperti “A Mighty Fortress”; ia mendirikan system pendidikan, mengajarkan orang-orang untuk membaca Alkitab.

2.                  JOHN CALVIN (1509-1564)
John Calvin, yang merupakan teolog Reformasi yang dihormati dan berpengaruh, dilahirkan di Perancis pada tahun 1509. Ia mengawali studinya di Universitas Paris, di mana ia dipengaruhi oleh humanis. Kemudian, Calvin studi di Orleans, dan studi lanjutnya di Bourges. Pada tahun 1534 ia mengidentifikasikan dirinya dengan Protestanisme dan dipaksa untuk meninggalkan Perancis. Calvin pergi ke Basel, Swiss, di mana pada usianya yang masih muda, yaitu dua puluh enam tahun ia telah menyelesaikan magnum opus-nya, The institutes of the Christian Religion, suatu apologetik yang mempertahankan Protestanisme di hadapan Raja Perancis. Karya ini kemudian direvisi beberapa kali sampai pada akhirnya berisi delapan pasal dan berjumlah empat jilid.
Setelah pendahuluan yang singkat di Strasbourg, Calvin kembali ke Geneva, Swiss pada tahun 1541, dan tinggal di sana sampai akhir hayatnya. Di tempat itu, Calvin sebagai pendeta mengahbiskan waktunya dengan berkhotbah dan mengajar setiap hari. Ia juga menulis tafsiran-tafsiran dari kedua puluh tujuh kitab PL dan semua kitab PB kecuali Wahyu. Otoritas Calvin di Geneva adalah dalam bidang eklesiastikal dan politik, sehingga ia mendakwa (dan kadang-kadang menghukum) orang karena bidat. Pembakaran Servetus karena bidat melawan Trinitas sekarang dipandang sebagai hal yang telah serius merusak karir Calvin.
Namun demikian, pada zaman Calvin, di Geneva dan juga di tempat lain, para pemimpin dan para bidat seperti itu mengetahui bahwa jenis pengajaran Servetus merupakan kejahatan yang lebih serius dibandingkan dengan pembunuhan dan patut dihukum mati. Calvin tidak berhasil dalam berbagai usahanya untuk menyelamatkan Servetus, dan pada akhirnya dengan sedih harus menjatuhkan hukuman kepadanya.
Calvin disebut penafsir Alkitab ilmiah yang pertama. Ia mendirikan teologi di atas kedaulatan Allah, yang telah mengarahkan Gereja Reformed di Eropa dan Skotlandia.
3.                  ULRICH ZWINGLI (1484-1531)
Pada saat Calvin melayani jemaat yang berbahasa Perancis di Swiss, Ulrich Zwingli, yang lahir pada tahun 1484, melayani jemaat yang berbahasa jerman. Zwingli studi di Berne, Vienna dan Basel, di mana ia masuk keimaman Roma Katolik dari tahun 1506-1518. Pada masa akhir dari periode itu, yaitu pada waktu ia sedang studi PB Yunani Erasmus, Zwingli bertobat kepada Kristus dan pandangan Reformasi. Di tahun 1519, pada waktu ia menjadi pastor di Gereja katedral yang besar di Zurich, Zwingli mulai berkhotbah ekspositori dan menentang praktik-praktik Roma Katolik. Dalam perdebatan publik di hadapan sidang kota, pandangan Zwingli diadopsi, dan hal itu menyebabkan penyebaran teologi Reformasi dan praktiknya. Pastor menikah, patung-patung dilarang, Misa dihapuskan, dan harta Gereja dimanfaatkan untuk pendidikan.
Zwingli yang mengadopsi  pandangan memorial dari perjamuan Tuhan, telah menyebabkan putus hubungan dengan Luther, meskipun mereka sepakat dalam hal keselamatan berdasarkan iman. Zwingli dibunuh pada tahun 1531, di dalam sebuah perang dengan provinsi tetangga Roma Katolik. Zwingli juga telah meninggalkan jejak, yaitu Anabaptis, yang telah mengadopsi beberapa pandangan yang lebih radikal dibandingkan dengan pandangan-pandangan dari Luther dan Calvin.

III.             DOKTRIN-DOKTRIN UMUM TEOLOGI REFORMASI.
1.                  Marthin Luther
Ada 3 hal yang secara substansial menjadi doktrin teologis Martin Luther dalam usahanya memperbarui Gereja, antara lain: 1) Ajaran tentang yustifikasi (pembenaran) yang radikal atas manusia melalui sola fide. 2) Ajaran tentang infalibilitas (ketidaksesatan) Alkitab, yang dipandang sebagai satu-satunya sumber kebenaran. 3) Ajaran tentang imamat umum dalam hubungannya dengan kuasa untuk menafsirkan Alkitab. Sementara itu, semua proposisi teologis lainnya merupakan akibat dari prinsip-prinsip tersebut, misalnya: ajaran tentang yustifikasi, predestinasi, kembali ke Alkitab, Sakramen, Gereja, pemikiran politik reformasi dan pengaruh pemikiran reformasi atas sejarah. Selanjutnya, akan dibahas beberapa penjabaran atas substansi doktrin tersebut di atas.

1.                  Sola Fide (Hanya Iman)
Doktrin tradisional Gereja mengatakan bahwa manusia diselamatkan oleh iman dan karya-karyanya. Hal itu berarti iman menjadi nyata ketika diwujudkan dan diungkapkan secara konkret dalam karya-karya. Dengan tegas, Luther menanggapi doktrin tradisional tersebut dengan cara menentang nilai karya manusia dan hanya membenarkan nilai iman.
Perlawanan Luther juga dilatarbelakangi oleh rasa frustasi secara psikologis yang mendalam yang ia rasakan karena berpikir bahwa ia tidak mampu memperoleh keselamatan kekal dengan usaha dan karya manusiawinya sendiri. Ia mengalami sendiri suasana batin bahwa ia tetap berdosa meskipun telah melakukan banyak usaha untuk hidup baik dan saleh. Meskipun telah berpuasa, menjalani hidup mati raga, berziarah dan menerima sakramen, Luther tetap merasa jatuh dan jatuh lagi ke dalam dosa yang sama. Kemudian, ia berkeyakinan bahwa kegagalan terus menerus untuk hidup baik tersebut menunjukkan rusaknya kodrat manusia pada akarnya. Manusia itu sedemikian rusak kodratnya, sehingga usaha apapun yang dilakukan untuk hidup baik tidak akan berhasil.
Selanjutnya, rasa frustrasi tersebut membawanya pada sebuah solusi, yakni hanya dengan beriman pada Allah saja, keselamatan dapat diperoleh. Baginya, imanlah yang membebaskan dan secara radikal mencabut kekhawatiran hidup insan beriman. Motivasi konseptual doktrin Luther adalah Allah menciptakan manusia “dari ketiadaan”. Dengan demikian, manusia tidak akan mampu melakukan hal baik yang dinilai di hadirat Allah. Luther juga berpendapat bahwa Iustitia Dei (keadilan Allah) semata-mata dianugerahkan oleh Allah kepada manusia. Keadilan ini tanpa menuntut jasa dan hak manusia. Manusia mendapatkan keadilan Allah bukan karena karya-karyanya, melainkan karena kepastian akan keselamatan yang dilakukan oleh Allah. Jadi, semakin ditegaskan bahwa karya insani manusia tidak dapat menyelamatkan manusia.
2.                  Sola Scriptura (Hanya Alkitab)
Alkitab merupakan asas tunggal hidup gereja karena berisi semua kebenaran yang diwahyukan Allah. Dengan kata lain, selain Alkitab, tidak ada sumber-sumber keselamatan, termasuk tradisi kristiani sekalipun. Baginya, tradisi kristiani hanyalah ciptaan manusia yang tidak dapat dijadikan sumber keselamatan. Semua yang dapat diketahui tentang Allah dan hubungan antara manusia dengan Allah sudah difirmankan dalam Alkitab secara terbuka. Dengan demikian, segala macam ajaran Gereja, Filsafat-Teologi dan Hukum Kanonik Gereja ditolak dan dipandang lebih mengaburkan daripada menguatkan cahaya Injil yang dipancarkan Allah kepada orang beriman melalui Alkitab. Oleh sebab itu, Luther mengganti struktur hierarki Gereja dengan menonjolkan peranan jemaat awam dan fungsi imamat semua orang beriman dalam kehidupan Gereja. Dengan demikian, hanya Alkitab saja yang memiliki otoritas infalibel (tidak dapat sesat).
Untuk mencapai tujuan tersebut, ia menerjemahkan Alkitab ke dalam Bahasa Jerman, karena Alkitab berbahasa Latin (Vulgata) tidak dapat dipahami oleh semua orang, kecuali para klerus, biarawan dan biarawati. Melalui Alkitab yang dianggap sebagai satu-satunya sumber kebenaran itu, Luther berusaha mencari alasan yang tepat mengenai yustifikasi iman dengan tujuan untuk memberi dasar yang kokoh pada ajaran dan doktrinnya.

3.                  Sola Gratia (Hanya Anugerah)
Dalam imannya, manusia sudah dapat merasa dibenarkan oleh Allah karena rahmat-Nya semata-mata. Berkenaan dengan cara berpikir ajaran tersebut, selanjutnya tidak dibutuhkan lagi perantara manusia dengan Allah, misalnya: peran dan fungsi imam yang menuntut ajaran Gereja Katolik supaya dapat menyalurkan rahmat pengampunan dosa dari Allah kepada manusia. Luther yakin bahwa setiap individu beriman berhadapan langsung dengan Allah sendiri dan secara pribadi bertanggungjawab kepada-Nya.
Pada akhir abad pertengahan sampai awal zaman renaissance (kebangunan kembali), peran dan kredibilitas para klerus semakin menurun. Kesucian Gereja Katolik ternoda oleh kebobrokan yang dilakukan oleh para klerus, situasi yang terjadi pada waktu itu ialah banyak orang sederhana percaya bahwa dengan membeli surat itu, mereka akan memperoleh keselamatan karena dosa-dosa mereka telah terampuni. Hal itu berarti keselamatan manusia merupakan hasil prestasi manusia itu sendiri dan bukan disebabkan anugerah Allah.
Kekecewaan Luther terhadap para klerus tersebut menjadi dasar pemikirannya bahwa manusia beriman tidak membutuhkan mediasi insani. Kebebasan umat beriman yang adalah anak-anak Allah telah memungkinkan Allah untuk berhubungan secara langsung dengan mereka. Hal itu melandasi pemikiran Luther lainnya, yakni penolakkan terhadap Ekaristi sebagai sebuah kurban. Kurban salib Kristus hanya terjadi sekali, yakni di puncak Kalvari dan setelah itu tidak terulang lagi. Kemudian, Luther mereduksi jumlah sakramen dari 7 menjadi 2, yakni sakramen Babtis dan Ekaristi. Berkaitan dengan sakramen, ia mengevaluasi pemahaman tradisional tentang sakramen dengan mengurangi tanda-tanda lahiriah dari rahmat sakramentali, iman dan kebebasan yang sungguh kuat tentang kultus.

2.                  JOHN CALVIN
Teologi Calvin: Kedaulatan Allah
Calvin beranggapan bahwa dari semua atribut Allah, yang paling penting untuk dialami secara pribadi adalah providensi-Nya karena atribut ini paling konkret menunjukkan kedaulatan-Nya. Providensi Allah tak dapat dipisahkan dari karya-Nya sebagai Pencipta[2]. Tetapi jika Allah hanya sekadar Pencipta, Ia tidak akan berhubungan dengan ciptaan itu sama seperti seorang pembuat jam yang tidak lagi terlibat dengan beroperasinya sebuah jam setelah ia membuatnya. Sebab itu, Calvin memandang providensi pemeliharaan Allah meliputi seluruh tatanan ciptaan. "Ia menopang, memberi makan, dan memerhatikan segala sesuatu yang telah dijadikan-Nya, bahkan burung pipit yang tak berarti sekalipun" (Institutes 1. 16. 1). Calvin bersikeras bahwa pandangannya tidak memimpin ke dalam fatalisme atau menolak tanggung jawab manusia. Sementara menegaskan providensi Allah, ia menolak gagasan tentang nasib, kebetulan, dan keberuntungan serta menganggapnya sebagai "temuan-temuan kafir".
Dengan demikian, Calvin membicarakan providensi Allah tidak sekadar untuk isi intelektual dari providensi tersebut, tetapi untuk nilai religius praktis yang luar biasa besarnya bagi orang beriman. Kepercayaan pada providensi Allah memberi penghiburan besar kepada orang beriman bahwa segala kehidupan berada di bawah kendali Bapa surgawi yang penuh kasih dan tidak ada yang terjadi secara kebetulan. Pada saat yang sama, kepercayaan ini memberi suatu rasa takjub dan takut yang sepantasnya terhadap Allah, karena dalam rencana-Nya, Allah juga menyatakan kepada orang-orang Kristen tanggung jawab mereka untuk menemukan dan menggenapi kehendak-Nya. Berusaha mempertemukan kedaulatan Allah dengan tanggung jawab manusia, Calvin menegaskan penundukkan pada kehendak Allah dan mengakui serta menerima bagaimana Allah memakai keadaan-keadaan sekitar untuk mengajar kita taat pada firman-Nya.
Antropologi Calvin: Penciptaan, Kejatuhan, Penebusan
Karena Allah adalah Raja yang berdaulat yang memerintah atas ciptaan-Nya, maka segala sesuatu yang diciptakan-Nya, termasuk manusia, harus melayani dan memuliakan Dia. Moto Calvin menjelaskan tugas kita: "Hatiku kupersembahkan kepada-Mu, O Tuhan, siap dan tulus."
Karena manusia telah berdosa, mereka tidak hidup sesuai maksud mereka. Seperti Luther, Augustinus, dan Paulus, Calvin dengan tajam mempertentangkan kemuliaan dan ketulusan manusia sebagai gambar Allah dengan kerusakan dan kefasikannya setelah kejatuhan. Alkitab melukiskan manusia yang telah jatuh sebagai manusia yang tidak mempunyai kebaikan dan kekuatan. Tidak ada perbuatan manusia yang tak ternodai oleh kerusakan yang diakibatkan oleh kejatuhan itu. Meskipun gambar ilahi tidak sama sekali rusak, tetapi gambar ini telah mengalami distorsi yang luar biasa. Dihukum karena dosanya dengan diambil hikmat dan kebenarannya, Adam menunjukkan kebodohan, kesia-siaan, dan kefasikan. Adam yang telah jatuh ini menurunkan pembawaan-pembawaan ini kepada keturunannya dalam kesalahan dan kerusakan yang disebut sebagai "dosa asal". Dosa asal bukan hanya kerusakan yang diwariskan, tetapi juga, menurut Calvin, merupakan kesalahan yang diimputasikan, suatu putusan hukum yang dikenakan oleh Allah seperti dalam sidang pengadilan. Mengulangi pengajaran Paulus dalam Roma 5, Calvin mengajarkan bahwa Adam berdosa bukan sekadar bagi dirinya, tetapi sebagai seorang wakil federal bagi seluruh umat manusia, sama seperti Kristus, "Adam Kedua", yang mati sebagai wakil bagi dosa manusia.
Kerusakan yang kita warisi berarti bahwa setiap kehendak individual diperbudak oleh dosa, dan kita sama sekali tidak dapat melakukan yang baik. Manusia yang jatuh tidak memunyai kehendak bebas moral. Karena kehendak manusia dalam keadaan naturalnya, belum ditebus, adalah hamba dosa, hanya orang-orang yang telah dibebaskan oleh anugerah Allah-lah yang adalah agen-agen moral yang bebas. Tidak setuju dengan banyak filsuf, Calvin bersikeras bahwa kehendak dan rasio manusia begitu dilumpuhkan oleh dosa sehingga ia tidak dapat berfungsi seperti yang dimaksudkan sejak asalnya, manusia tidak dapat berbuat baik dan menyembah Allah. Calvin berpendapat bahwa, di antara semua Bapa Gereja, hanya Augustinus yang mengenali cakupan sepenuhnya dari kerusakan manusia. Dosa begitu merusakkan natur manusia sehingga manusia dalam keberadaan totalnya (akal, kehendak, afeksi, dsb.) dapat melakukan yang baik yang diwajibkan Allah baginya hanya melalui anugerah Allah saja.
Pandangan Calvin tentang keselamatan adalah bahwa dalam kasih dan ketaatan dan sebagai pengganti, Kristus telah membayar hukuman bagi dosa di Kalvari untuk menyelamatkan orang-orang yang telah dipilih Allah untuk diselamatkan. Dalam penebusan, anugerah Allah diimputasikan kepada (dianggap sebagai milik) orang-orang percaya, bukan diinfusikan (dicurahkan) ke dalam diri orang-orang percaya. Calvin menerangkan doktrin keselamatan dalam pembicaraannya tentang karya Roh Kudus, yang menerapkan karya Kristus kepada orang percaya. Roh menciptakan pertobatan dan iman dalam hati serta memperbarui gambar Allah dalam orang-orang yang telah dipilih untuk ditebus itu. Mengikuti Paulus dalam Efesus 2:8-9, Calvin menyatakan bahwa iman adalah sarana yang melaluinya orang-orang percaya dipersatukan dengan Allah, tetapi iman itu sendiri adalah suatu pemberian dari Allah. Perbuatan baik mengikuti iman, tetapi tidak dapat menjadi dasar bagi keselamatan. Dalam keselamatan, seperti dalam penciptaan dan penataan dunia, tema Calvin yang berulang adalah kebergantungan manusia pada kedaulatan Allah.
Calvin memakai istilah pemilihan untuk menerangkan bagaimana kedaulatan Allah beroperasi dalam keselamatan. Hanya setelah memahami kondisi keberdosaan manusia, kita dapat memahami keniscayaan adanya pilihan. Orang-orang yang tidak menegaskan pemilihan oleh Allah, menurut pendapat Calvin, cenderung kepada berbagai bentuk Pelagianisme, yang mengajarkan bahwa manusia dapat mengusahakan keselamatan mereka sendiri tanpa anugerah Allah atau memerlukan anugerah untuk membantu mereka dalam usaha menyelamatkan diri sendiri. Doktrin Calvin tentang pilihan atau predestinasi menentang pandangan Renaisans tentang "homo mensura" (manusia adalah ukurannya) dan gagasan abad pertengahan tentang anugerah kooperatif, yang keduanya mendukung otonomi manusia.
3.                  ULRICH ZWINGLI
Zwingli pernah menjadi pastor Gereja Katolik Roma di Glarus. Ia adalah murid dari Erasmus, namun dalam pekerjaannya itu, ia lebih banyak dipengaruhi oleh Augustinus. Zwingli berpendapat bahwa suatu doktrin tidak boleh berlawanan dengan akal. Hal ini dapat kita bandingkan dengan teologi Luther yang kurang menekankan peranan akal dalam teologinya.
Baptisan: dalam salah satu karyanya, Zwingli menulis buku berjudul Baptisan, Baptisan Ulang dan Baptisan Anak. Di dalamnya ia membela dilakukannya baptisan anak, baginya baptisan anak merupakan tanda perjanjian, dan perjanjian meliputi seluruh keluarga bukan hanya oknum-oknum tertentu. Namun, meskipun ia mempertahankan baptisan anak, Zwingli (berlainan dengan Luther) menolak kepercayan Katolik Roma, bahwa baptisan, juga baptisan anak memberikan kelahiran baru dan pengampunan dosa. Ia berpendapat bahwa baptisan merupakan tanda luar dari iman kita. Lebih lanjut Zwingli berpandangan bahwa sakramen (baptisan) adalah tindakan simbolis, yang menunjuk kepada keselamatan yang diberikan Kristus dan yang dipakai oleh orang-orang percaya untuk memperingati dan untuk menyatakan iman mereka[3].
Mengenai Perjamuan Kudus: Zwingli menolak kehadiran yang nyata dari tubuh dan darah Kristus, ia menegaskan bahwa roti dan anggur hanya lambang dari tubuh dan darah Kristus. Bagi Zwingli Perjamuan Kudus merupakan peringatan pengucapan syukur, pada waktu mana kita memperingati karya Kristus di kayu salib. Ia juga berpendapat, bahwa “tubuh” dan “darah” adalah lambang untuk keselamatan yang diperoleh Kristus dengan tubuh dan darah-Nya di kayu salib.
Gereja dan negara: Zwingli tidak begitu menaruh perhatian yang khusus pada peranan negara dalam gereja sebagaimana pandangan Luther. Ketika ia diangkat menjadi imam di wilayah Glarus tahun 1516, ia menentang praktek perdagangan tentara bayaran yang dilakukan pemerintah Swis. Menurutnya praktek-praktek ini tidak bermoral dan Zwingli mengkritik hal ini dengan khotbah-khotbah yang ia utarakan.

TEOLOGI PARA REFORMATOR[4]
Doktrin
Luther
Calvin
Zwingli/Anabaptis
Kitab Suci
Otoritas satu-satunya yang tanpa salah untuk iman dan keselamatan. Kitab Suci menunjuk pada Kristus
Alkitab, bukan gereja yang merupakan finalitas terakhir. Penafsir ilmiah yang pertama
Z : Otoritas yang tanpa salah harus menentukan semua praktik-praktik Kitab Suci akan digenapi. Orang biasa dapat mengerti.
Predestinasi
Semua peristiwa ditetapkan oleh Allah. Mengajarkan predestinasi ganda
Predestinasi diperlukan, karena depravitas (kerusakan moral) dari manusia
Predestinasi berdasarkan pada providensia Allah
Kristus
Dalam perjamuan Tuhan, natur manusia mengambil karakteristik ilahi seperti kemahahadiran
Pandangan ortodoksi; satu pribadi dengan dua natur, tanpa ada kecampur adukan
Pandangan ortodoksi; satu pribadi dengan dua natur, tanpa ada kecampur adukan
Manusia dan Dosa
Manusia tercemar dan tidak mampu untuk membebaskan dirinya sendiri. Anugerah diperlukan karena dosa.
Manusia tercemar dan tidak mampu untuk membebaskan dirinya sendiri. Anugerah diperlukan karena dosa.
Manusia tercemar dan tidak mampu untuk membebaskan dirinya sendiri. Anugerah diperlukan karena dosa.
Penebusan
Kristus mati sebagai kematian substitusionari bagi semua
Kristus mati sebagai kematian substitusionari bagi semua
Kristus mati sebagai kematian substitusionari bagi semua
Keselamatan
Justifikasi hanya dengan iman, bukan perbuatan
Justifikasi dengan iman sebagai tindakan legal dari Allah, mengimputasikan kebenaran kepada orang percaya. Pemilihan tanpa syarat adalah dasar.
Kristus mati sebagai kematian substitusionari; membayar dosa asal dan dosa aktual. Bergantung pada pemilihan kekal.
Gereja
Keimaman dari semua orang percaya terdiri dari semua orang percaya di bumi
Keselamatan bisa di luar gereja. Gereja adalah yang kelihatan dan tidak kelihatan.
A: Gereja hanya terdiri dari orang-orang percaya; anak-anak tidak termasuk. Gereja dan Negara terpisah. Orang percaya adalah pasifis.
Baptisan
Mengkomunikasikan anugerah. Hasilkan pengampunan dosa; perlu untuk keselamatan. Anak-anak dibaptis
Hanya untuk orang percaya, tetapi anak-anak di baptis untuk memperlihatkan mereka ada di dalam kovenan
Z: Anak-anak dibaptis
A: Hanya orang percaya; menolak baptisan anak

Perjamuan Tuhan
Kristus hadir dalam arti yang nyata. Orang-orang tidak percaya bisa mendapat manfaat
Komunikasikan anugerah. Orang percaya berbagian dalam kristus melalui iman
Z: hanya peringatan. Roti adalah simbol dari kristus, bukan tubuh harfiah-Nya. 

IV.             PENYEBAB KEMUNCULAN TEOLOGI REFORMASI
Reformasi menandai suatu titik balik yang besar dalam perkembangan doktrinal di gereja. Sejak seribu tahun sebelumnya, otoritas gereja telah berkembang terus sampai pada tradisi gereja Roma Katolik dan otoritas kepausan yang menetapkan apa yang harus dipercayai oleh seseorang. Reformasi telah mengubah semua itu.
Ada beberapa faktor yang memicu Reformasi Protestan. Salah satunya adalah faktor politik. Islam telah menjatuhkan Constantinople pada tahun 1453, dan menyebabkan keruntuhan gereja Timur. Selain itu Islam bergerak ke barat, dan mengancam kuasa dari kepausan dan juga mempengaruhi kepausan melalui literaturnya, yang menyebar sampai Eropa. Selain itu, pendirian propinsi nasional dan kota-kota otonomi di Eropa telah menentang otoritas politik Roma. Semangat nasionalistik bangkit melalui pemimpin-pemimpin politik lokal yang mendorong dan mendukung para Reformator.
Faktor kedua adalah pendidikan, yang dipicu oleh Renaissance. Renaissance( Bahasa Perancis, artinya lahir kembali) membuka pikiran manusia untuk mempelajari literature klasik di samping Alkitab. Para humanis Kristen ada di garis depan dalam gerakan pendidikan ini, khususnya Erasmus, yang menghasilkan PB dalam bahasa aslinya, bukan latin vulgate. Lahirnya percetakan memungkinkan lebih banyak orang dapat mempelajari Kitab Suci sendiri. Renaissance telah pula menyebabkan penekanan pada sentralitas manusia, yang pada derajat tertentu mempengaruhi munculnya ajakan para Reformator untuk memiliki iman dan keselamatan yang bersifat pribadi.
Ada pula faktor ekonomi dan social yang mendorong Reformasi. Dengan berakhirnya Abad Pertengahanm maka muncullah perkembangan ekonomi melalui pasar yang dihasilkan oleh kota-kota dan koloni-koloni. Golongan kelas menengah muncul untuk menolak aliran uang ke Roma.
Tidak diragukan lagi, faktor religius tentu saja sangat signifikan. Setelah memiliki akses ke PB, para Reformator dan para humanis Kristen menemukan ketidakkonsistenan antara Gereja di PB dengan praktik-praktik gereja di Roma. Korupsi ditemukan mulai dari keimaman sampai kepausan di gereja Roma; ada jual beli jabatan di gereja. Penjualan surat penghapusan dosa yang memungkinkan seseorang membayar di muka untuk dosa., untuk memastikan pengampunan dosa. Praktik inilah yang secara khusu membangkitkan amarah Marthin Luther dan puncaknya adalah pemutusan hubungan dengan gereja Roma.
Orang-orang seperti Luther telah mengembalikkan otoritas Kitab Suci, di mana hanya Alkitab yang merupakan otoritas terakhir bagi apa yang kita percaya dan lakukan. Pembaruan penekanan pada otoritas Alkitab dan studi Kitab Suci telah memberikan kesadaran tentang doktrin pembenaran berdasarkan iman., demikian pula doktrin-doktrin Kristen historik lainnya. Luther di Jerman dan Zwingli serta Calvin di Switzerland menyebarkan pengajaran Kitab Suci dari mimbar dan melalui tulisan yang berjilid-jilid. Hari yang baru telah terbit. Pengetahuan dari Kitab Suci kembali dipropagandakan.
























BAB III
PENUTUP

Kesimpulan     :
Secara ringkas, ajaran dan doktrin pokok Luther adalah sebagai berikut: sola fide atau pembenaran oleh iman saja dan tidak oleh karya-karya manusia yang baik sekalipun; sola scriptura atau hanya Alkitab dan bukan tradisi manusiawi yang merupakan norma iman yang mempunyai wibawa; dan sola gratia atau pembenaran oleh rahmat Allah saja. Beberapa ajaran lainnya merupakan konsekuensi dari ketiga doktrin teologis tersebut. Seluruh ajaran dan doktrin Luther merupakan bentuk perlawanan terhadap kondisi aktual Gereja Katolik waktu itu yang sedang kacau.
Bagi Gereja Katolik, munculnya ajaran dan doktrin Luther ini sepatutnya dijadikan bahan refleksi. Kita tahu bahwa sejak kemunculan ajaran dan doktrin Luther, Gereja bersikap tegas untuk melawannya. Akan tetapi, secara rasional, apa yang diajarkan Luther memiliki unsur kebenaran. Kita bahkan tidak bisa mengelak dari kenyataan kebobrokan Gereja Katolik pada waktu itu. Oleh sebab itu, kiranya baik jika peristiwa Reformasi Protestantisme yang juga disertai dengan kemunculan ajaran dan doktrin Luther maupun yang lain ini, kita jadikan bahan untuk bersikap self-critic. Terhadap masa lalu, kita belajar dan berusaha mensyukurinya. Sementara itu, terhadap masa depan, kita juga harus bersikap terbuka akan segala kemungkinan yang terjadi, termasuk perubahan-perubahan. Dengan demikian, kita dapat terus berkarya sebagai umat Allah dalam satu persekutuan besar Gereja. 





DAFTAR PUSTAKA
Enns Paul, The Moody Handbook Of Theology 2, 2007 (Malang: Literatur SAAT)
Suharyo, Ignatius. Penj., Kamus Teologi, Entri “Lutheranisme.” Yogyakarta: Kanisius, 1996. Diterjemahkan dari O’Collins, Gerald dan Farrugia, Edward G. A Concise Dictionary of Theology. New Jersey: Paulist Press, 1991.
Lumintang I. Stevri, Theologia dan Misiologia Reformed, 2006, Departemen Literatur PPII. Batu




[1] Paul Enns, The Moody Handbook Of Theology, hal 70
[2] Stevri I Lumintang, Theologia dan Misiologia Reformed, hal 87
[3] Ibid, hal 73
[4] Ibid, hal 85