Rabu, 28 April 2021

Kajian Terhadap Karunia Roh Kudus Pentakostalisme

 

 

 

 

 

BAB I

                                                     PENDAHULUAN           

1.1              Latar Belakang Penilitian

Orientasi teologi yang didomimasi oleh isu-isu pneumatologi telah menjadi karakteristik gereja-gereja Pentakosta. Khotbah-khotbah mimbar ibadah raya sarat dengan pengajaran tentang baptisan dan karunia-karunia Roh Kudus, pelayanan kuasa, manifestasi roh, pelayanan-pelayanan pengusiran setan, ibadah pujian dan penyembahan menjadi ciri khas yang tidak terpisahkan lagi dari kaum pentakosta. Karakteristik tersebut yang pada akhirnya membuat pentakostalisme membangun sebuah stigma  eksklusivisme.[1]        

Dewasa ini timbul hal-hal yang mengejutkan di kalangan orang Kristen. Muncul pernyataan-pernyataan yang cukup menghebohkan bahwa Allah melalui Roh Kudus sedang melakukan tanda-tanda, hal-hal ajaib dan mujizat. Isu-isu ini disebarluaskan dari mimbar gereja, televisi, radio, dan sosial media. Begitu banyaknya isu tersebut hingga sulit untuk kita melihat satu persatu bahkan mengecek kebenarannya.

Pengalaman-pengalaman supranatrual disajikan sebagai sesuatu yang sifatnya umum. Segala bentuk karya adikodrati dari Allah dilaporkan, tidak aneh jika kita mendengar berbagai kesaksian yang luar biasa tentang bagaimana Allah melakukan mujizat penyembuhan, bagaimana seseorang bisa ke surga[2] maupun neraka[3],  bagaimana pemenuhan Roh Kudus terjadi secara khusus berbicara dalam bahasa roh karena ada anggapan bahwa dengan sering berbahasa roh dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh.[4]

Roh Kudus merupakan Roh Allah yang menolong, memimpin, menghibur, dan menjadi teman yang setia. Roh Kudus menuntun umat Kristiani agar hidup sejalan dengan kehendak Tuhan. Roh Kudus juga merupakan penghubung antara umat Kristiani dengan Allah.[5] Pemahaman yang benar tentang Doktrin Roh Kudus merupakan hal yang penting untuk dipahami karena Roh Kudus merupakan oknum ketiga dari Allah Tritunggal. Oleh karena itu, dari masa ke masa pengajaran ini tidak boleh disepelekan, dikurangi ataupun dilupakan. Kerinduan untuk “tampak rohani” adalah sebagian dari alasan mengapa karunia berbahasa roh amat dieksploitasi[6] dan diselewengkan, orang-orang percaya tertentu menggunakan bahasa tersebut seolah-olah itulah karunia bahasa yang sejati dari Allah.[7] Oleh sebab itu, akhir-akhir ini kita banyak melihat banyak kejanggalan-kejanggalan yang muncul secara khusus berkaitan dengan nubuatan dan bahasa roh (glossolalia), tidak sedikit orang ataupun gereja yang melatih ataupun mengajarkan jemaat untuk bernubuat dan berbahasa roh, padahal hal tersebut tidak bisa diajarkan oleh siapapun. Sebab, karunia tersebut adalah karunia Roh Kudus yang diberikan oleh Allah sendiri sesuai kehendak-Nya.  

Berkaitan dengan masalah di atas, bagaimana dengan tujuan dari karunia berbahasa roh pada abad pertama? Apakah berbicara dalam ”bahasa roh” sebagaimana dipraktekkan apakah berfungsi sebagai sarana untuk memberitakan kabar baik kepada orang-orang dari berbagai bahasa? Sangat jelas orang-orang yang berada di Yerusalem pada hari Pentakosta 33 M berasal dari banyak negeri, dan mereka mengerti dengan jelas bahasa-bahasa yang diucapkan oleh murid-murid. Sebaliknya, orang-orang yang berbicara ”bahasa roh” dewasa ini biasanya mengucapkan bunyi-bunyian yang tidak dimengerti oleh siapa pun.

Bertolak dari masalah tersebut di atas, muncul pemahaman bahwa membahas tentang doktrin Roh Kudus merupakan sesuatu yang ekstrim. Maka, dari realita tersebut suatu solusi diperlukan agar mampu memberikan jawaban terhadap persoalan di atas. Dan sekaligus memberikan pemahaman yang benar secara umum dalam menyikapi konsep yang benar tentang Roh Kudus di sepanjang sejarah perkembangan Pentakostalisme. Sehingga dengan melihat realita yang ada terutama terhadap perkembangan ajaran dan pertumbuhan kekristenan.

Faktor-faktor di atas inilah yang sangat mendorong untuk melakukan kajian dalam bentuk penelitian yang berjudul “KAJIAN TERHADAP KONSEP URAPAN ROH KUDUS PENTAKOSTALISME DAN IMPLIKASINYA BAGI GPdI ADULLAM PRAY PENANGGAL    

 

1.2              Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1.2.1        Bagaimana konsep dan praktik urapan Roh Kudus menurut paham Pentakostalisme ?

1.2.2        Bagaimana karakteristik pengurapan Roh Kudus menurut pentakostalisme ?

1.2.3        Tujuan pengurapan Roh Kudus menurut praktik Pentakostalisme ?

1.2.4        Implikasi pengurapan Roh Kudus terhadap GPdI Adullam Pray Penanggal?

 

1.3              Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :

14.1     Untuk memahami konsep tentang urapan Roh Kudus menurut pandangan Pentakostalisme.

1.4.2        Untuk memahami bagaimana  Pentakostalisme mengidentifikasikan ciri-ciri pengurapan Roh Kudus. 

1.4.3        Untuk mengetahui bagaimana tujuan pengurapan Roh Kudus Pentakostalisme.

1.4.4        Untuk memahami implikasi kepenuhan Roh Kudus terhadap GPdI Adullam Pray Penanggal

 

1.4              Batasan  Masalah

Mengingat luasnya pembahasan berkaitan dengan Pentakostalisme ini, maka penelitian hanya berfokus pada satu topik mengenai urapan Roh Kudus, khususnya berkaitan dengan karunia Roh. Sedangkan untuk implementasinya hanya dalam orientasi GPdI Adullam Pray Penanggal.

 

1.5              Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini baik secara khusus maupun secara umum , antara lain :

1.5.1    Gereja

Dengan penelitian ini, diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada gembala dan jemaat melalui pengertian konsep yang lebih jelas dan dapat memperkuat dasar atau acuan gereja.

 

 

1.5.2    Manfaat bagi STTELA (Sekolah Tinggi Teologi Elohim Indonesia)

            Dengan penulisan karya ilmiah ini dapat mengeksplorasi suatu konsep yang sebelumnya cenderung abstrak secara khusus tentang urapan Roh Kudus, dan memberikan pengetahuan yang jelas serta  mendetail mengenai konsep urapan Roh Kudus Pentakostalisme dan hubunganya dengan pelayanan gerejawi mahasiswa maupun dosen.

1.5.3    Penulis           

            Dengan penelitian ini, penulis secara pribadi diberikan pemahaman yang jelas, mendetail dan terperinci tentang apa dan bagaimana konsep urapan Roh Kudus Pentakostalisme.

 

1.6              Metode Penelitian

Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Objek riset adalah Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) jemaat Adullam Pray penanggal dan Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) jemaat Candipuro, sampling riset yang digunakan adalah informan dan narasumber berjumlah 15 orang, sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melalui observasi objek riset, wawancara dan dokumentasi terstruktur maupun tidak terstruktur serta teknik analisa data menggunakan metode deskriptif yaitu mendeskripsikan keadaan secara faktual. 

 

 

1.7              Definisi Operasional

Untuk memperjelas dan menghindari kesalapahaman didalam karya tulis ini, maka penulis memberikan beberapa definisi istilah sebagai berikut :

1.7.1    Definisi istilah Konsep

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) konsep adalah rancangan, ide, gambaran atau pengertian yang di abstrakkan dari peristiwa yang konkret.[8]

Bahri, menguraikan Pengertian Konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri yang sama. Orang yang memiliki konsep mampu mengadakan abstraksi terhadap objek-objek yang dihadapi, sehingga objek-objek ditempatkan dalam golongan tertentu. Objek-objek dihadirkan dalam kesadaran orang dalam bentuk representasi mental tak berperaga. Konsep sendiri pun dapat dilambangkan dalam bentuk suatu kata.[9]

Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian konsep merupakan sebuah Abstraksi dari suatu Ide atau Gambaran, yang dinyatakan dalam rangkaian kata-kata.

 

1.7.1        Definisi istilah Urapan

Urapan adalah kuasa Roh Kudus yang dicurahkan kepada seseorang; curahan kuasa ilahi yang diberikan kepada seseorang; hasil mengurapi.[10]

Jadi, urapan dapat diartikan sebagai kuasa yang diberikan kepada seseorang yang telah dipilih untuk diurapi dengan tujuan dan maksud khusus dari Allah.

1.7.2         Definisi istilah Roh Kudus

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Roh Kudus adalah pribadi ketiga dari Allah Tritunggal.[11]

Menurut ajaran Kristiani, seorang Kristen memiliki Roh Kudus di dalam dirinya. Roh Kudus merupakan Roh Allah yang menolong, memimpin, menghibur, dan menjadi Teman Yang Setia. Roh Kudus menuntun umat Kristiani agar hidup sejalan dengan kehendak Tuhan. Roh Kudus juga merupakan penghubung antara umat Kristiani dengan Allah.[12]

Jadi, Roh Kudus adalah suatu pribadi yang bersifat nyata, dan memiliki kuasa untuk tinggal di dalam diri seseorang untuk menolong dan mengarahkan kepada jalan kebenaran.

 

1.7.3        Definisi istilah Pentakostalisme

Pentakosta dalam Perjanjian Lama dirayakan sebagai hari pengucapan syukur kepada Tuhan atas panen yang melimpah. Istilah Pentakosta sendiri berasal dari bahasa Yunani pente yang berarti lima, dan konta yang berarti puluh. Pentakosta dirayakan lima puluh hari setelah perayaan Paskah. Pada hari tersebut orang Israel mempersembahkan korban hulu hasil sehingga disebut sebagai “pesta penuaian” (Im. 23:15-21; Ul. 28:26-31). Dalam Perjanjian Baru istilah Pentakosta ditemukan dalam Kisah Para Rasul, yang menunjuk kepada peristiwa pencurahan Roh Kudus kepada murid-murid Yesus yang sedang berkumpul di Yerusalem. Peristiwa pencurahan Roh Kudus di Yerusalem tersebut kemudian menjadi tonggak berdirinya gereja, yang dalam setiap misinya mengandalkan kuasa Roh Kudus.[13]

Pentakostalisme (aliran Pentakostabahasa InggrisPentecostalism) yang di Indonesia sering disebut juga Pantekosta adalah sebuah gerakan di kalangan Protestanisme yang sangat menekankan peranan karunia-karunia Roh Kudus.[14]

Menurut Daniel Sutoyo Pentakostalisme sendiri didefinisikan sebagai suatu paham, gerakan, atau aliran dan ajaran karya Roh Kudus seperti pada hari Pentakosta di Yerusalem.[15]

Jadi, pentakostalisme merupakan suatu gerakan kekristenan yang menekankan kepada karunia Roh.

 

1.7.4        Definisi istilah Implikasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Implikasi adalah keterlibatan atau keadaan terlibat. Keterlibatan berasal dari kata “terlibat” yang berarti tersangkut, turut serta. [16]

Menurut Islamy implikasi adalah segala sesuatu yang telah dihasilkan dengan adanya proses perumusan kebijakan. Dengan kata lain implikasi adalah akibat-akibat dan konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan dengan dilaksanakannya kebijakan atau kegiatan tertentu.[17]

Jadi, implikasi adalah suatu konsekuensi atas akibat langsung dari hasil penemuan suatu penelitian yang mempunyai hubungan keterlibatan atau melibatkan dengan suatu hal.

 

1.8              Sistematika Penulisan

BAB I, Berisi Pendahuluan yang memuat tentang latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional dan sistematika penulisan.

BAB II, berisi kajian pustaka yang meliputi penjelasan tentang kajian terhadap konsep urapan roh kudus pentakostalisme dan implikasinya bagi GPDI Adullam Pray Penanggal.

BAB III, berisi tentang metodologi penelitian meliputi : Objek Riset, Sampling Riset, Teknik Pengumpulan Data.

BAB IV, Berisi tentang Analisa Data yang meliputi : Teknik Analisa data Kualitatif, Kritik dan Solusi.

BAB V, Bagian penutup yang memuat simpulan dan saran.   

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

LANDASAN TEORI

 

2.1       Hakekat Pentakostalisme    

Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai sejarah perkembangan munculnya gerakan Pentakostalisme, pengertian Pentakostalisme, ajaran-ajaran Pentakostalisme, dan implikasi dari teologia Pentakostalisme.

2.1.1    Sejarah Munculnya Gerakan Pentakostalisme

Alkitab mencatat bahwa Yesus berjanji akan mendirikan jemaat-Nya melalui kematian dan kebangkitan-Nya. Setelah bangkit dari kematian Dia memerintahkan murid-murid-Nya untuk tetap tinggal di Yerusalem sampai mereka menerima janji Bapa, yakni pencurahan anugerah Roh Kudus (Kis 1:4). Anugerah itu dicurahkan ketika mereka berkumpul pada hari Pentakosta. Inilah yang merupakan penggenapan nubuat nabi Yoel (Yoel 2:28-32). Roh Kudus dicurahkan dan peribadatan zaman baru telah dimulai.

Perkembangan zaman memberikan dampak dan pengaruh dengan banyaknya teologi-teologi baru yang berkembang khususnya di kalangan Kristen, hal tersebut memberikan dampak terhadap paradigma sudut pandang dalam berteologi. Hal tersebut ditandai dengan pluralitas dan keunikan setiap paham yang muncul. Pada awal abad ke-16 di era pasca Reformasi gereja-gereja Protestan telah mengenal dan terbagi-bagi dalam berbagai aliran. Kepelbagaian itu semakin subur dan bersifat kompleks di sepanjang sejarahnya hingga penghujung abad ke-20. Itu terjadi baik oleh karena kemajemukan konteks kehadiran gereja maupun banyaknya faktor teologis maupun bukan teologis yang ikut berperan di dalamnya.

Pentakostalism movement atau gerakan Pentakosta merupakan suatu gerakan yang berkembang pada abad ke-20. Sebenarnya, sejak dari permulaan sejarah gereja telah ada gerakan-gerakan yang mendesak gereja untuk memberikan penekanan yang lebih besar kepada pengalaman iman secara emosional.[18] Gerakan Pentakosta dipandang sebagai suatu upaya yang dilakukan untuk dapat kembali kepada kekristenan yang Alkitabiah, seperti yang dialami dan dilakukan oleh gereja mula-mula.

Ada dua pendekatan yang sering dipakai dalam menentukan sejarah awal munculnya gerakan Pentakostalisme.[19] Pertama, pendekatan yang didasarkan menurut sejarah idealnya, mengacu pada satu peristiwa yang berlangsung di sekolah Alkitab di kota Topeka, Kansas, Amerika Serikat pada awal Januari 1901, dengan Charles F. Parham seorang kulit putih sebagai tokoh utama. Peristiwa itu diyakini sebagai pencurahan Roh Kudus atau “Baptisan Roh”, yang ditandai dengan karunia “berbahasa lidah” (Glossolalia).[20] Parham menekankan kepada para muridnya agar mereka mempersiapkan diri untuk menerima karunia-karunia Roh. Akibatnya, konsentrasi semakin meningkat, disertai sesi-sesi doa yang sangat emosional yang berlangsung dalam kurun waktu cukup lama, ditambah dengan berpuasa. Semuanya ini berhasil menciptakan suasana yang hangat dengan keinginan dan pengharapan yang kuat akan pengalaman karunia Roh Kudus.

Pada hari pergantian tahun, 1 Januari 1901, mereka berhasil. Salah satu siswi perempuan, Agnes N. Ozman, untuk pertama kalinya menerima karunia glossolalia. Sebelumnya, dia mendesak Parham agar menumpangkan tangan ke atas dirinya. Setelah itu, Agnes menerima karunia glossolalia itu, diikuti siswa-siswa lain, termasuk Parham sendiri. Dari sekolah Parham, gerakan Pentakosta mewarisi doktrinnya bahwa glossolalia merupakan tanda bukti yang mutlak bagi baptisan  di dalam Roh Kudus.

Kedua, William J. Seymour seorang kulit hitam yang merupakan seorang murid dari Parham. Ia pergi ke Los Angeles sebagai pendeta gereja kekudusan yang kecil. Ajaran yang ia terima dari Parham ternyata tidak menyenangkan jemaat, sehingga tidak lama setelah ia memulai pelayanan di sana, ia dikeluarkan dari rumahnya maupun dari gereja. Seymour mulai mengadakan kebaktian-kebaktian di tempat-tempat lain. Sejak saat itu gerakan bahasa roh menjadi gerakan yang sangat besar. Suara ekstase[21] yang muncul di dalam kebaktian-kebaktian itu sering kali terdengar sampai jauh ke luar gedungnya, Seymour mengatakan bahwa mereka berteriak tiga hari dan tiga malam.

Tidak lama setelah itu, Seymour mulai menggunakan bangunan di jalan Azuza, sebuah bangunan pabrik yang tidak dipakai lagi. Gedung ini menjadi pusat organisasi yang disebut Azuza Street Mission yang sangat terkenal. Selama tiga tahun, tanpa pernah terputus diadakan kebaktian di dalam bangunan ini siang dan malam. Seymour mulai menerbitkan surat kabar untuk menyebarkan lebih luas pengalaman baru ini. Surat kabar itu disebut Apostolic Faith, yang tersebar luas dengan cepat di seluruh dunia dan mencapai oplah 50.000 eksemplar.

Gerakan yang kecil namun berkembang pesat itu telah menyewa sebuah gedung African Methodist Episcopal Church yang kosong di 312 Azusa Street dan mulai diorganisir sebagai Misi Iman Kerasulan Apostolic Faith Mission. Dasa warsa pertama Pentakostalisme ditandai oleh kebaktian-kebaktian antar-ras, Orang-orang kulit putih dan hitam bergabung dalam gejolak keagamaan. Hal ini berlangsung hingga 1924, ketika gereja ini terpecah mengikuti garis ras. Namun, ibadah-ibadah antar-ras berlanjut selama bertahun-tahun, bahkan juga di daerah-daerah selatan A.S yang tersegregasi.[22] Ketika Persekutuan Pentakostal Amerika Utara terbentuk pada 1948, organisasi itu sepenuhnya terdiri atas denominasi-denominasi Pentakostal kulit putih Amerika. Karena itu United Pentecostal Church tidak bergabung dan kebijakan antar-rasnya bertahan terus sepanjang sejarahnya. Pada 1994, gereja-gereja Pentakostal yang tersegregasi kembali ke akar antar-ras mereka dan mengusulkan penyatuan kembali secara resmi kelompok-kelompok Gereja Pentakostal hitam dan putih, dalam sebuah pertemuan yang kemudian dikenal sebagai Mukjizat Memphis. Penyatuan ini terjadi terjadi pada 1998, juga di Memphis, Tennessee. Penyatuan gerakan kulit hitam dan putih menyebabkan Persekutuan Pentakostal Amerika Utara ditata ulang menjadi Gereja-gereja Pentakostal/Karismatik Amerika Utara (Pentecostal/Charismatic Churches of North America).[23]

Gerakan Pentakosta berakar pada dua pemahaman tersebut, pada permulaan abad 20. John Wesley (Metodisme) menyatakan adanya perbedaan yang cukup signifikan antara orang percaya biasa dengan mereka yang dikuduskan melalui pengalaman kedua (second blessing). Pentakostalisme juga meyakini bahwa Roh Kudus diperlukan, bukan hanya dalam memenangkan jiwa saja, tetapi juga untuk memperbaiki masalah sosial, politik dan ekonomi[24].

Nubuatan Nabi Yoel (Yoel 2:28-32) dan gereja mula-mula adalah kunci yang penting untuk memahami perkembangan gerakan Pentakostalisme. Meskipun glossolalia (bahasa lidah) merupakan faktor yang sering di identifikasikan secara khusus untuk membedakan gerakan kekristenan lainnya, selain itu  nubuat juga selalu menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari kepercayaan dan praktik gerakan Pentakostalisme. Pada umumnya gerakan Pentakostalisme menenkankan hal tertentu sebagai tanda untuk membedakan dari gerakan ke gerakan berikutnya. Setiap gerakan Pentakostalisme mempunya nilai teologi dan iman yang beragam, ditinjau secara fenomenologis agaknya sangat sulit untuk dibedakan karena gerakan-gerakan Pentakostalisme merupakan pengalaman adikodrati ( Glossolalia, penyembuhan, pembebasan setan, mukjizat, nubuatan dan lainnya).

Pemahaman yang baik dan objektif terhadap gerakan-gerakan Pentakostalisme secara historis tidak muncul dengan tiba-tiba begitu saja. Sebab dalam sejarah gereja sejak abad 2 Masehi telah ada cikal bakal gerakan Pentakostalisme, diawali dengan Montanisme dan terus melaju ke abad Pietisme, Metodisme, Gerakan Kekudusan, Pentakostalisme Klasik, dan Pentakostalisme Baru atau Kharismatik (tahun 1960-an), Kharismatik Baru atau Gelombang Ketiga (1980 – sekarang). Berikut beberapa gerakan yang merupakan cikal bakal terhadap munculnya gerakan Pentakostalisme.

 

2.1.1.1 Gerakan Montanisme

Jauh sebelum munculnya gerakan Pentakosta, setelah zaman para Rasul-Rasul, Teologia tentang pribadi dan pekerjaan Roh Kudus bertumbuh secara lambat. Kebebasan dan spontanitas rohani orang-orang percaya mulai berkurang peranan serta pengaruhnya di dalam gereja Katolik. Partisipasi aktif di dalam kebaktian beralih kepada partisipasi pasif. Karunia-karunia Roh kurang dipraktekkan dalam kehidupan. Harapan eskatologis mulai menjadi pudar. Di dalam situasi inilah ajaran-ajaran Montanisme yang menjadi salah satu benih kelahiran dari gerakan Pentakosta mempunyai daya tarik yang sangat besar di pertengahan abad ke 2. Sebelum Montanus mendirikan dan mengembangkan gerakan ini, ia merupakan seorang imam agama Kybele di Frigia yang mempraktekkan pemujaan terhadap dewi Kybele,[25] termasuk upacara-upacara kesuburan, percabulan agamawi, ekstase dan spiritisme. Montanus sendiri juga sangat menekankan pentingnya nubuatan-nubuatan, glossolalia, kedatangan Tuhan Yesus dengan segera dan ekstase.[26]

Gerakan Montanisme mulai muncul pada abad ke-2  ( satu abad setelah pelayanan Yesus Kristus di dunia dan satu abad setelah rasul-rasul-Nya ) yang dipimpin oleh seorang yang bernama Montanus yang berasal dari Ardabau, sebuah dusun di Misua. Timbulnya gerakan Montanisme dilatarbelakangi oleh keadaan gereja yang pada saat itu sangat memprihatinkan, pengajaran Gnostik[27] telah masuk dan merusak dasar ajaran Kristen yang murni.

Montanus tidak senang dengan suasana di dalam gereja, menurutnya suasana gereja sangat suam-suam kuku, gereja terlalu sibuk dengan masalah ortodoksi. Montanus menuntut kebebasan dalam manifestasi Roh Kudus (Freedom in Holy Spirit ). Ia mengklaim bahwa pewahyuan langsung oleh Roh Kudus. Pewahyuan itu ia katakan lebih berbobot daripada kitab-kitab Perjanjian Baru. Dua wanita (Priskila dan Maksimila) di dalam gerakan Montanisme menjabat sebagai nabiah. Mereka menubuatkan, antara lain, kedatangan Yesus Kristus di Frigia dalam waktu dekat. Gereja secara tegas menolak gerakan Montanus. Sinode Antiokhia mengatakan bahwa ajaran ini telah menyimpang.[28]

Gerakan Montanisme yang dimulai sekitar tahun 172 Masehi di sekitar daerah Asia Kecil, kemudian berkembang di sebelah barat daya. Pada sekitar tahun 200, sudah ada di Afrika Utara. Beberapa pokok pengajaran Montanisme, yaitu sebagai berikut :

1.      Pengikut Montanisme mengaku mendapat wahyu khusus dari Roh kudus, maka kata-katanya lebih berwibawa dari pada Alkitab.

2.      Montanisme menitik beratkan pada Karunia Roh Kudus. Dalam hal mukjizat, bernubuat, berbahasa lidah dan mereka menggunakan karunia ini sebagai ukuran untuk menilai gereja yang sejati.

3.      Praktik dalam bernubuat tidak dilakukan sebagaimana biasanya, melainkan lebih mirip dengan cara iman-iman yang berada di kuil, yaitu seorang yang mau bernubuat harus memasuki suatu keadaan kehilangan perasaannya, bersikap pasif. Setelah itu Allah menguasai seluruh dirinya dan berbicara melaluinya.

4.      Nubuatan mereka berdasarkan pada kedatangan Kristus yang kedua kalinya. Mereka mendapatkan wahyu tentang zaman Roh Kudus, yaitu zaman kerajaan seribu tahun sudah hampir tiba dan kedatangan Yesus kedua kalinya akan terjadi di desa Pepusa. Umat Kristen harus datang sendiri untuk bersiap menunggu Tuhannya. Untuk itu umat Kristen harus meninggalkan segalanya, dan mengasingkan dirinya di Pepusa.[29]                             

 

2.1.1.2 Gerakan Pietisme

Sekitar tahun 1677 di Darmstadt, istilah Pietisme muncul dan menjadi cukup terkenal di kalangan gereja-gereja Lutheran. Kata Pietisme dipergunakan sebagai ejekan terhadap kelompok-kelomok orang yang hidup saleh. Gerakan ini bermula sebagai reaksi terhadap ritual-ritual yang mekanis dan formal yang mewarnai pelayanan di gereja Lutheran yang saat itu telah mapan, namun semakin kurang kebebasan untuk mengungkapkan iman secara lebih spontan.[30]

Pietisme sendiri berarti paham yang menekankan kepada kesalehan hidup. Orang-orang yang menganut paham ini beranggapan bahwa tidak cukup hanya ajaran dan dogmatika yang hanya memuaskan otak saja, tetapi mengabaikan kerohanian seseorang.[31] Oleh karena itu, dibutuhkan suatu kesalehan hidup yang tidak hanya ada di teori, tetapi menjadi suatu gaya hidup dan kebiasaan sehari-harinya yang sudah dipraktekkan. Kaum Kristiani seharusnya mempraktekan ajaran Gereja di kehidupannya sehingga membawanya kepada kepuasan rohani.

Pietisme adalah reaksi terhadap suasana Gereja yang suam-suam kuku dan terhadap semangat dunia yang sudah merajalela di dalam masyarakat Kristen. Orang Pietis sangat menyesalkan sifat intelektualistis watak khotbah-khotbah yang diperdengarkan di mimbar-mimbar Gereja, baik di Gereja Lutheran di Jerman, maupun Gereja Calvinis di Belanda.[32]

2.1.1.3 Gerakan Methodisme

Salah satu gerakan yang mempengaruhi Kekristenan di seluruh dunia adalah gerakan Methodisme. Orang yang meletakkan dasar gerakan ini adalah John Wesley (1703-1791). Wesley dan Methodisme memberi tekanan rohani kepada pengalaman pribadi dan perasaan khusus akan pengudusan dan pembenaran oleh Yesus Kristus “iman saja” tidak mencukupi. Bagi Wesley, keselamatan oleh iman saja memang penting dan dalam hal ini ia tetap sepandangan dengan Calvin dan Luther. Akan tetapi, jikalau kita melihat pengajarannya, Wesley mengatakan bahwa bukan iman kepada janji-janji Allah atau kepada pengenalan dan pengandalan akan Kristus yang menjadi satu-satunya dasar kepastian iman. Menurut Wesley, yang paling penting dalam hidup orang percaya adalah memperoleh bukti melalui pengalaman iman yang terjadi melalui campur tangan Roh Kudus secara langsung dalam diri setiap orang.      

Doktrin mengenai pengalaman khusus sering kali juga disebut berkat kedua (second blessing). John Fletcher yang merupakan pengikut John Wesley menyebutkan berkat kedua ini dengan istilah baptisan di dalam Roh Kudus. Mengenai penekanan pada pengalaman khusus ini, perlu kita perhatikan bahwa Wesley mengacu pada ajaran Arminianisme. Ajaran ini juga ditemukan dalam ajaran Remonstran[33] dan Kontraremonstran, yang dalam sejarah gereja Belanda telah menyebabkan perlunya perumusan satu pengakuan iman khusus, yakni pasal-pasal ajaran Dordrecht. [34]

Bagi Methodisme memberikan penekanan yang besar pada kehendak bebas manusia sangat penting. Jika manusia sendiri mampu mengusahakan tingkat kerohaniannya maka melalui usahanya sendiri manusia bisa mencapai tingkat rohani yang dibutuhkan untuk mendapatkan pengalaman iman yang khusus ini. Dengan demikian, manusia berkemampuan untuk memenuhi  syarat-syarat yang akan membukakan jalan menuju pengalaman tersebut.

 

2.1.1.4 Gerakan Kekudusan

Jembatan Methodisme yang lahir pada abad ke-18 dan Pentakosta pada abad ke-20 adalah Gerakan Kekudusan yang berkembang di Amerika dan Inggris, namun juga di Jerman bahkan sampai ke Afrika Selatan. Sebagian pemeluknya berasal dari Methodis, tetapi sebagian lagi dari Presbiterian dan Calvinis. Salah satu teolog Reformed-Calvinis yang masuk ke dalam gerakan ini adalah pengkhotbah bernama Jonathan Edwards dan George Whitefield.

Namun di Amerika juga, persekutuan-persekutuan Kekudusan kebanyakan bersifat Methodis. Salah satunya dipimpin oleh seorang pengkhotbah KKR Charles G. Finney (1792-1875). Ia menekankan kemampuan manusia untuk mengadakan kebangunan rohani gereja. Ia membangun sistem doktrin yang disebut sebagai “Gerakan Keselamatan,” yang dicirikan oleh keharusan memiliki pengalaman yang lebih dalam dari seseorang yang telah menerima keselamatan, yaitu “baptisan di dalam Roh Kudus.” Finney percaya bahwa pengalaman ini dapat memberikan solusi untuk masalah yang dia amati selama kebangkitan penginjilannya. Beberapa orang mengaku mengalami pertobatan tetapi kemudian tergelincir kembali ke cara hidup lama mereka. Finney percaya bahwa kepenuhan dengan Roh Kudus dapat membantu para petobat ini untuk terus teguh dalam kehidupan Kristen mereka. Fase gerakan Kekudusan ini sering disebut sebagai kebangkitan kembali Oberlin-Kekudusan.[35] Jadi, lebih dalam dari ajaran Methodisme Wesley, Finney mengajarkan adanya tingkatan yang lebih dalam terhadap pengalaman hidup orang Kristen yaitu Baptisan dalam Roh Kudus (berkat kedua), Pengudusan Ganda dan Pertobatan.

Pengaruh besar terhadap gerakan Pentakosta juga diperoleh dari R. A. Torrey. Ia menegaskan adanya beberapa langkah seseorang niscaya sampai menikmati berkat kedua. Beberapa langkah yang penting menuju berkat kedua tersebut adalah: Pertobatan kepada Allah dan Keinginan yang kuat agar dianugerahkan berkat kedua. Di sini kita melihat cikal bakal pemikiran bahwa orang percaya seolah-olah berhak untuk menuntut anugerah khusus dari Roh Kudus. Perhatikan kisah pertobatan Torrey, “Tuhan, jika Engkau tidak menganugerahkan berkat kedua itu kepada saya, saya tidak akan pernah mau berkhotbah lagi.” Demikianlah Torrey meminta berkat tersebut, dan ia mengerti pengalaman khusus ini sebagai kuasa Allah yang dahsyat yang mengisi hatinya, dan ia dipenuhi dengan sukacita besar dan kekuatan serta  keberanian untuk mengabarkan Injil Allah. [36]

2.1.1.5 Gerakan Pentakostalisme

Pentakosta atau Pentakostalisme dalam penelitian ini merupakan istilah yang bersifat representatif.[37] Artinya, istilah ini tidak harus dipersoalkan dengan istilah-istilah yang muncul berikutnya, seperti: Pantekosta dan Kharismatik, atau neo-Kharismatik. Semua istilah itu secara substansi dianggap sama, karena mengakar pada persoalan teologi yang satu dan khas, yakni pneumatologi, namun mengalami perbedaan pada ranah implementasi. Dalam penelitian ini, istilah Pentakosta atau Pentakostalisme berimplikasi secara komprehensif, sehingga penyebutan Pentakosta akan mewakili semua istilah serumpunnya itu. Atau, untuk menunjukkan kekhasan tertentu. [38]

David Barret, seorang peneliti Kristen dan co-editor dari World Christian Encyclopedia menyatakan bahwa gerakan Pentakosta dapat dibagi dalam tiga gelombang, yaitu sebagai berikut [39] :

Gelombang Pertama: Pentakosta Klasik

Gelombang pertama dari misionaris perintis Pentakosta membuahkan apa yang sekarang dikenal sebagai gerakan Pentakosta klasik, dengan lebih dari empat belas ribu denominasi Pentakosta di seluruh dunia.  Masa ini diikuti oleh usaha-usaha mengorganisasikan denominasi Pentakosta yang menghasilkan misi-misi yang bertumbuh cepat dan gereja-gereja pribumi.  Beberapa dari pertumbuhan yang paling besar datang dari usaha yang dilakukan di tengah-tengah orang Hispanic di US dan Amerika Latin.   Beberapa pertumbuhan yang paling besar juga terjadi di tengah-tengah orang Amerika kulit hitam maupun di negara-negara Afrika. Pada gelombang ini orang-orang Pentakosta mengalami penolakan, pengusiran, pemisahan diri, denominasi baru.

Yang termasuk dengan Pentakosta klasik adalah orang-orang Pentakosta yang merupakan anggota dari denominasi Pentakosta atau gerakan Pentakosta.   Denominasi-denominasi Pentakosta memegang ajaran bahwa semua orang Kristen harus mencari pengalaman rohani sesudah pertobatan yang disebut dengan Baptisan Roh Kudus, dan bahwa orang percaya yang dibaptis Roh Kudus dapat menerima satu atau lebih karunia-karunia roh yang dikenal pada gereja mula-mula: penyucian seketika, berbicara dalam bahasa roh (glossolalia), atau menafsirkan bahasa roh, bernyanyi dalam bahasa roh, menari dalam roh, berdoa dengan tangan terangkat, mimpi, penglihatan/visi, membedakan roh, kata-kata hikmat, kata-kata pengetahuan, mujizat, mengusir roh jahat, kelepasan, tanda-tanda heran.  Denominasi-denominasi Pentakosta memproklamasikan sebuah injil yang “sepenuh” atau “empat tema” atau “lima tema” injil, yaitu: Kristus penyelamat, Pengudus, Pembaptis dengan Roh Kudus, Penyembuh dan Raja yang akan Datang kembali.

Gelombang Kedua: Kharismatik

Gelombang kedua ini adalah orang-orang Kristen yang berafiliasi dengan denominasi non-Pentakosta (Anglikan, Protestan, Katolik, Ortodoks). Fase ini adalah penetrasi (perembesan) Pentakostalisme di gereja-gereja arus utama Protestan dan gereja-gereja Katolik sebagai gerakan “pembaharuan kharismatik” dengan tujuan membaharui gereja-gereja yang historis ini.  Selayaknya juga diakui bahwa “gelombang-gelombang” yang lebih baru ini juga mulai dari United States.  Mereka mencakup gerekan Neo-Pentakosta Protestan yang dimulai tahun 1960 di Van Nuys, California, di bawah pelayanan Dennis Bennet, Raktor dari gereja St. Mark’s Episcopal (Anglican).  Dalam satu dekade, gerakan ini telah menyebar ke seluruh 150 golongan utama Protestan di dunia, menjangkau total 55 juta orang pada tahun 1990. 

Gerakan pembaharuan kharismatik Katolik dimulai di Pittsburg tahun 1967 di tengah murid-murid dan dosen di Duquesne University.  Sesudah tersebar dengan cepat di antara murid-murid  di Noter Dame dan di University of Michigan, gerakan ini tersebar ke seluruh dunia. Pemimpin-pemimpin awalnya adalah Kevin Ranaghan, Ralph Martin, Steve Clark, dan Nancy Kellar.  Kepemimpinan teologis yang hati-hati diberikan oleh Kilian McDonnell dan Leon Joseph Cardinal Suenens.

Gelombang Ketiga: Neo Kharismatik

Gelombang paling baru ini adalah yang disebut  “gelombang ketiga” dari Roh Kudus.  Asalnya adalah dari Fuller Theological Seminary pada tahun 1981 di bawah pelayanan ruang kelas dari John Wimber, pendiri dari Association of Vineyard Churches.  “Gelombang” ini terdiri atas kelompok utama evangelical yang mengalami tanda-tanda dan mujizat tetapi juga meremehkan label-label seperti “Pentakosta” atau “Kharismatik.”Vineyard adalah gerakan yang paling terlihat  dari kategori ini.  Tahun 2000, orang-orang dari gelombang ketiga ini, juga disebut dengan “neo-kharismatik” memiliki sekitar 295 juta anggota di seluruh dunia. Dicirikan dengan: Kuasa Penginjilan (Power Evangelism), struktur baru, networking, Megachurch.

Anggota-anggota dari gelombang ketiga ini terdiri dari orang-orang Injili dan Kristen lainnya yang tidak dihubungkan dengan Pentakosta atau pembaharuan Kharismatik, tetapi telah dipenuhi roh dan mengalami pelayanan Roh dan mujizat. Mereka menjalankan karunia roh, menekankan tanda-tanda dan mujizat, dan meninggalkan gereja mereka yang non Pentakosta tetapi juga tidak mengidentifikasi diri sebagai Pentakosta. 

 

 

2.1.2    Pengertian Pentakostalisme

Pentakosta berasal dari bahasa Yunani pente yang berarti lima, dan konta yang berarti puluh. Sementara Pentakostalisme (aliran Pentakosta bahasa InggrisPentecostalism) yang di Indonesia sering disebut juga Pantekosta adalah sebuah gerakan di kalangan Protestanisme yang sangat menekankan peranan karunia-karunia Roh Kudus.[40]

2.1.2.1 Pentakosta di Perjanjian Lama

Dalam Perjanjian Lama Hari Raya Pentakosta adalah salah satu perayaan bagi bangsa Israel. Hari raya ini disebut “Pentakosta”, karena terjadi lima puluh hari setelah persembahan buah sulung,  setelah hari raya Paskah atau hari raya roti tidak beragi. Sebab itu Hari Raya Pentakosta juga dikenal dengan nama "hari raya Tujuh Minggu" (Ul. 16:10).[41]

2.1.2.2 Pentakosta di Perjanjian Baru

Dalam Perjanjian Baru Pentakosta adalah sebuah peristiwa yang menunjuk kepada turunnya Roh Kudus dalam rupa lidah api kepada para murid (Kis. 2:3). Pada hari itu tepat hari Pentakosta (sesuai dengan budaya Yahudi dalam Perjanjian Lama seperti dijelaskan sebelumnya), maka seluruh orang Yahudi yang tinggal dalam perantauan berdatangan untuk merayakan hari Pentakosta. Pada saat Pentakosta itu, para murid berkumpul dalam suatu tempat, lalu Roh Kudus turun atas mereka. Turunnya Roh Kudus atas murid-murid mengakibatkan para murid mampu berkata-kata dalam berbagai bahasa untuk menyatakan perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah (Kis. 2:11). Atas peristiwa itu maka banyak orang yang mendengarkan kabar baik, sehingga banyak dari mereka (yang mendengarkan perkataan para Rasul) memberi diri untuk dibaptis sehingga jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa (Kis. 2: 41).[42]

Pentakostalisme yang mengakar pada kata Pentakosta menjadi istilah untuk menjelaskan peristiwa spiritual yang terjadi pada hari raya Yahudi tersebut. Pada akhirnya istilah ini bersifat identitas kelompok tertentu dalam kekristenan yang mengadopsi keyakinan peristiwa tersebut sebagai sebuah pengalaman iman Kristen setelah baptisan air atau pertobatan. Peristiwa ini juga disebut sebagai hari lahirnya Gereja.[43] Di mana setelah para murid (yang kemudian disebut sebagai Rasul) berkata-kata kepada orang-orang di sekitar, mereka menyambut Injil itu dan percaya kepada Kristus, sehingga membentuk jemaat-jemaat kecil di sana.

2.1.3    Ajaran-ajaran Pentakostalisme

Gerakan Pentakosta pada umumnya dimengerti dengan cirinya yang khas, yaitu glosolalia atau “bahasa roh”.  David W. Faupel membagi gereja dan gerakan Pentakosta ke dalam tiga kelompok berdasarkan perbedaan tema teologisnya:[44]

1.  Mereka yang mengajarkan doktrin penyucian dalam tradisi Kekudusan Wesleyan.  Pentakosta golongan ini mengajarkan “tiga karya anugerah”

·                     Pertama, pertobatan

·                     Kedua, pengalaman “penyucian/pengudusan menyeluruh”   

·                    Ketiga, Baptisan dalam Roh Kudus yang memberdayakan orang percaya untuk bersaksi dan melayani dengan bukti berbahasa roh.

2. Orang Pentakosta yang mengurangi pola diatas menjadi “dua karya Anugerah” dengan meleburkan dua hal yang pertama menjadi satu “finished work” (Karya tuntas Kristus di Kalvari) yang ditambah dengan proses penyucian secara perlahan-lahan.  Orang Pentakosta yang memakai pola ini memusatkan diri pada pertobatan dan kemudian baptisan dalam Roh Kudus.

3. Orang Pentakosta yang memegang pandangan “keesaan” atau “Jesus Only” dari ketuhanan.  Golongan ini memproklamirkan unitarianisme Injili dari pribadi kedua Tritunggal.

Secara teologis, kebanyakan denominasi Pentakosta tergabung dalam evangelikalisme, artinya mereka menekankan bahwa Alkitab itu sepenuhnya dapat dipercaya, hingga pada tingkat ineransi (tidak mengandung kesalahan pada teks aslinya) dan orang harus bertobat dan percaya kepada Yesus. Orang Pentakosta berbeda dengan orang Fundamentalis karena mereka lebih menekankan pengalaman rohani pribadi. Orang Pentakosta memiliki pandangan dunia yang trans-rasional. Meskipun mereka sangat memperhatikan ortodoksi (keyakinan yang benar), mereka juga menekankan ortopati (perasaan yang benar) dan ortopraksis (refleksi atau tindakan yang benar). Penalaran dihargai sebagai bukti kebenaran, tetapi orang-orang Pentakosta tidak membatasi kebenaran hanya pada ranah nalar.[45]

Berikut beberapa pokok pengajaran dari gerakan pentakosta .[46] :

2.1.3.1  Alkitab

Alkitab dpahami sebagai Firman Allah yang diilhamkan dan dinyatakan kepada manusia, untuk menjadi tata-tertib bagi iman dan perilaku. Alkitab mengungguli hati nurani dan akal budi. Sebagai yang diilhamkan langsung oleh Allah, Alkitab tidak mengandung kesalahan. Alkitab adalah firman Allah yang berotoritas dan sempurna

2.1.3.2 Allah

Allah yang benar dan hidup itu oleh aliran Pentakostal diyakini sebagai Allah yang esa, yang menciptakan langit, bumi dan segala isinya. Allah yang menyatakan diri di dalam tiga pribadi: Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Ke dalam ketiga nama inilah dibaptis setiap orang yang sudah menyatakan imannya.

2.1.3.3 Keselamatan

Keselamatan adalah pembebasan dari situasi di luar kemampuan seseorang membebaskan dirinya sendiri. Keselamatan adalah karya Allah dalam pengupayaan umat bebas dari perbudakan dosa dan membawa ke situasi kemuliaan melalui Yesus Kristus. Jadi keselamatan sebagai buah kasih-karunia Allah, yang ditawarkan kepada manusia melalui pemberitaan dan ajakan menyatakan penyesalan dan permohonan ampun kepada Allah, dan iman kepada Yesus Kristus. Manusia diselamatkan melalui baptisan kelahiran-kembali dan pembaruan oleh Roh Kudus. Setelah dibenarkan oleh kasih-karunia melalui iman, menjadi anak dan pewaris Kerajaan Allah, sesuai dengan pengharapan akan kehidupan kekal. Bukti batiniah bagi orang percaya tentang keselamatannya adalah kesaksian langsung dari Roh Kudus, sedangkan bukti lahiriah adalah kehidupan di dalam kebenaran dan kesucian yang sejati.

2.1.3.4 Baptisan

Baptisan adalah tindakan iman untuk melaksanakan percaya kepada Injil yaitu bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa manusia, sesuai dengan kitab suci, bahwa Ia dikuburkan dan telah bangkit pada hari ketiga sesuai dengan kitab suci (1 Kor 15:3a-4; Rom 6:3-5). Baptisan terdiri atas dua jenis, yaitu: Pertama, baptisan air, yakni lambang kematian dan penguburan kemanusian yang lama, dengan cara menyelamkan seluruh tubuh ke dalam air (Mat 16:15-16; 28:19). Kedua, Baptisan Roh adalah baptisan orang percaya dengan Roh kudus dibuktikan oleh tanda fisik awal, yaitu berbicara dengan bahasa-bahasa lain seperti yang diberikan Roh Kudus kepada mereka untuk mengatakannya (Kis 2:4).

2.1.3.5 Bahasa Lidah

Bahasa Lidah adalah baptisan atas orang percaya di dalam Roh Kudus diawali dan disaksikan oleh tanda lahiriah berupa berbicara dalam bahasa lidah, sebagaimana kemampuan yang diberikan Allah kepada para rasul (Kis 2:4). Berbahasa lidah dalam nats ini pada hakikatnya sama dengan karunia lidah dalam 1 Kor 12:4-10, 28, tetapi berbeda dalam maksud dan penggunaannya.

2.1.3.6. Perjamuan Kudus

Perjamuan Kudus, yang terdiri dari unsur roti dan air buah anggur, adalah lambang yang mengungkapkan keikutsertaan di dalam kodrat ilahi dari Tuhan Yesus, pengenangan atas penderitaan dan kematian-Nya dan nubuat atas kedatangan kedua kali, persekutuan orang percaya dengan Allah serta sesama, kesembuhan bisa terjadi sewaktu orang percaya mengambil bagian dalam perjamuan kudus dimana Allah yang menyembuhkannya, dan sakramen Perjamuan Kudus sebagai salah satu alat anugerah Allah bagi orang percaya. Dengan Perjamuan Kudus maka anugerah dan karya Allah lewat korban Yesus di kayu salib akan lebih kita kenang dan hayati, sehingga pengaktualisasian iman kepada Allah akan lebih berarti.

2.1.3.7 Kesucian hidup dan perilaku secara menyeluruh

Kaum Pentakosta mempertahankan kesucian sebagi pokok ajaran yang terpenting. Dengan kuasa Roh Kudus orang percaya dapat menaati perintah Allah. Kesucian menyeluruh adalah kehendak Allah bagi semua orang percaya, dan harus sungguh dikejar dengan cara berjalan di dalam ketaatan pada firman Allah.       

 

 

2.1.3.8 Kesembuhan Ilahi

Pada permulaan gerakan Pentakosta, doktrin kesembuhan Ilahi adalah suatu kebenaran yang sangat penting dalam berita "Injil Sepenuh". Kesembuhan Ilahi dikhotbahkan dan dipraktekkan, sebab umat Pentakosta percaya bahwa kesembuhan disediakan bersamaan penebusan dan merupakan hak istimewa bagi orang percaya.

2.1.3.9 Eskatologis.

Pada umumnya kaum Pentakosta mempercayai bahwa Yesus Kristus akan datang kembali dan memerintah dalam kerajaan seribu tahun di dunia. Kedatangan Kristus yang kedua kali meliputi pengangkatan orang-orang kudus, yang merupakan pengharapan yang penuh bahagia bagi kita, diikuti kedatangan yang tampak dari Kristus dengan orang suci-Nya untuk memerintah di bumi selama seribu tahun (Za 14:5; Mat 24:27, 30; Why 1:7; 19:11-14). Pemerintahan seribu tahun ini akan membawa keselamatan bangsa Israel (Yeh 37:21-22; Zef 3:19-20; Roma 11:26-27) dan penegakkan damai sejahtera di seluruh dunia (Yes 11:6-9; Mi 4:3-4).[47]

2.1.3.10 Gereja

Gereja bukan hanya merupakan suatu perkumpulan melainkan sebuah persekutuan yang lahir dari Allah. Alkitab menyatakan bahwa yang mendirikan gereja adalah Tuhan Yesus (Mat 16:18). Gereja adalah buah tangan pekerjaan Roh Kudus dan diyakini sebagai tubuh Kristus, tempat Allah berdiam melalui Roh-Nya, dengan serangkaian ketetapan ilahi dalam rangka memenuhi amanat agung-Nya.

2.1.3.11 Hermeneutika Pentakostalisme

Berbeda dengan Protestantisme yang cenderung membaca Perjanjian Baru melalui sudut pandang Paulus, hermeneutika Pentakostalisme cenderung membaca Perjanjian Baru melalui sudut pandang Lukas, terutama dengan yang disediakan oleh Kisah Para Rasul.  

Hermeneutik Protestanisme

Hermeneutik Pentakostalisme

·         Cenderung membaca Perjanjian Baru melalui sudut pandang Paulus.

·         Surat-surat Paulus bersifat pengajaran

·         Membaca Perjanjian Baru melalui sudut pandang Lukas, terutama dengan lensa yang disediakan oleh Kisah Para Rasul.

·         Lukas dan Kisah Para Rasul bersifat naratif/cerita

·         Muncul pola baru, apa yang dialami dalam Kisah Para Rasul harus ditiru (harus dialami) setiap orang percaya ( Subjectiving Hermeneutics).

 

Perubahan dari teks Paulus kepada teks lukas adalah pergantian genre literatur dari yang bersifat pengajaran kepada bahan-bahan yang bersifat naratif/cerita.   Teks-teks naratif terkenal sulit diinterpretasikan secara teologis.  Orang-orang Pentakosta membaca cerita-cerita Pentakosta di dalam Kisah Para Rasul dan menuntut bahwa pola umum penerimaan Roh Kudus di gereja mula-mula harus dialami dalam hidup setiap orang percaya. [48]

2.1.4    Konsep dan Praktik Urapan Roh Kudus Menurut Pentakostalisme

Pneumatologi adalah suatu konsep pengajaran oleh gereja yang membahas tentang Roh Kudus dalam hakekat, peranan dan karyanya. Urapan Roh Kudus menurut Pentakostalisme dapat didefinisikan dan dimengerti dengan memperhatikan manifestasi dari pekerjaan Roh Kudus atas kehidupan mereka yang diurapi-Nya. Dengan kata lain urapan adalah suatu takaran yang nyata atau dapat dirasakan dari Roh Kudus yang diimpartasikan (diberikan) ke atas mereka yang dipilih dan urapan itu memberi kemampuan khusus secara ilahi untuk melaksanakan panggilan pekerjaan Allah dalam hidup mereka yang diurapi-Nya.[49]

Keyakinan kaum Pentakostalisme bahwa Roh Kudus akan terus menerus dicurahkan kepada gereja-Nya. Bahkan pencurahan yang lebih besar akan terjadi pada waktu yang akan datang. Gereja pada akhir zaman akan lebih banyak membutuhkan bahkan mengalami kuasa Roh Kudus untuk melengkapi gereja-Nya dalam melaksanakan tugas-tugas menjelang kedatangan-Nya. Kuasa yang disertai manifestasi Roh Kudus pada akhir zaman akan dicurahkan seperti hujan awal pencurahan Roh Kudus, Roh Kudus akan memperlengkapi gereja-Nya untuk menuai jiwa-jiwa. Untuk itu gereja harus bersiap untuk menerima Roh Kudus untuk melakukan penuaian besar-besaran.[50]

            Identitas Pentakosta memang tidak dapat dipisahkan dari peristiwa pencurahan dan kepenuhan Roh Kudus atas 120 murid di Yerusalem, hal tersebut telah melahirkan konseptualisasi Pentakosta baik secara ideal, maupun pragmatis.[51] Pentakostalisme memahami bahwa baptisan Roh Kudus ataupun kepenuhan Roh Kudus yang diberikan terhadap orang percaya harus dibuktikan secara fisik dengan berbicara dalam bahasa lidah (Glossolalia), sebagaimana yang terjadi pada hari Pentakosta (Kis. 2:4). Bahasa asing dalam ayat itu menurut Pentakostalisme pada hakikatnya sama dengan karunia lidah dalam 1 Korintus 12:10,28, tetapi berbeda dalam ranah implementasinya.[52] Abraham Alex Tanusaputra, mengatakan “Tanda awal (initial physical evidence) dari baptisan Roh Kudus adalah berkata-kata dalam bahasa Roh (speaking ini tongue)”. [53]  Pada umumnya ada empat bagian ayat yang dipakai penganut Pentakostalisme sebagai dasar acuan untuk menunjukkan bahasa lidah sebagai tanda atau bukti fisik baptisan Roh Kudus, yaitu: (1) Peristiwa Pentakosta di Yerusalem dalam Kisah Para Rasul 2:4; (2) Peristiwa di Samaria dalam Kisah Para Rasul 8:14-17; (3) Peristiwa di rumah Kornelius di Kaisarea dalam Kisah Para Rasul 10:46; dan (4) Peristiwa di Efesus dalam Kisah Para Rasul 19:6. Pencetus “teori” bahasa roh sebagai bukti fisik baptisan Roh Kudus adalah Charles Fox Parham, rektor Sekolah Alkitab di Topeka, negara bagian Kansas.

            Pentakostalisme juga menekankan bahwa karya Kristus sangat penting dalam keselamatan dan gereja demikian juga halnya dengan karya Roh Kudus. Pentakostalisme memahami bahwa Alkitab tidak pernah mengajarkan bahwa karya-karya Roh Kudus akan berhenti seiring dengan berakhirnya pelayanan para rasul, atau karena Alkitab telah selesai ditulis. Roh Kudus masih aktif  berkarya dalam gereja dan kehidupan orang percaya. Pentakostalisme memahami bahwa setiap orang percaya memiliki karunia-karunia yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya, dan hingga kini pengilhaman atau karunia-karunia tersebut masih eksis di dalam dan melalui gereja. Dengan kata lain karunia-karunia ini belum berakhir sebagaimana yang diyakini oleh para penganut Sessasionisme[54] yang mengajarkan bahwa karunia-karunia rohani yang disebutkan dalam 1 Korintus 12 hanya berlaku pada zaman rasul-rasul saja.

            Para penganut Pentakostalism menyadari bahwa pengetahuan secara doktrinal tentang Roh Kudus tidaklah cukup dan tidak secara otomatis menjadikan seseorang mengenal Roh Kudus secara pribadi atau pengalaman secara pribadi bersama Roh Kudus. Dititik inilah kebutuhan akan kehadiran dan kuasa Roh Kudus perlu dialami secara pribadi. Iman Kristen bukan hanya dibicarakan, tetapi harus dipraktikkan. Konsep urapan Roh Kudus Pentakostalism yang meliputi Baptisan Roh Kudus[55] adalah salah satu dari banyaknya pelayanan Roh Kudus. Pelayanan Roh Kudus  dapat dikelompokkan ke dalam tiga bentuk hubungan, yaitu : Pelayanan Roh Kudus dalam hubungan dengan gereja, dengan orang percaya, dan dengan orang-orang yang belum percaya.[56]

1.         Pelayanan Roh Kudus dalam hubungan dengan Gereja.

            Pelayanan Roh Kudus dalam hubungan dengan Gereja, antara lain : memberikan kuasa untuk bersaksi dan memberitakan injil (Kis. 1:8); memberikan pertumbuhan kepada gereja (Kis. 2:14-47), memberikan kuasa kesembuhan dan mujizat (Kis. 3:1-10), memberikan karunia dan jawatan pelayanan kepada gereja (Roma. 12:3-9), memberikan kuasa kesatuan gereja (Kol. 3:14), mempersiapkan gereja sebagai mempelai Kristus (2 Kor. 11:2).

2.         Pelayanan Roh Kudus dalam Kehidupan Orang Percaya

            Pelayanan Roh Kudus ini dapat dilihat dalam kaittanya dengan keselamatan dan kehidupan pribadi. (1) Karya Roh Kudus ketika menyelamatkan antara lain : Roh Kudus membaharaui dengan cara melahirbarukan (Yoh 3:3-8); Roh Kudus membaptis orang percaya ke dalam tubuh Kristus ( Mat. 3:11); Roh Kudus berdiam dalam orang percaya (Yoh. 14:17); Roh Kudus memeteraikan orang percaya (Ef. 1:13). (2) Setelah diselamatkan, Roh Kudus melanjutkan pelayanan yang aktif di dalam kehidupan orang percaya antara lain : Roh Kudus memenuhi orang percaya (Kis. 2:4); Roh Kudus membimbing orang percaya (Gal. 5:16); Roh Kudus memberikan kuasa kepada orang percaya (Kis. 1:8); Roh Kudus memberikan buah Roh Kudus (Gal. 5:22-23); Roh Kudus mengajar orang percaya (Yoh. 14:26).  

3.         Pelayanan Roh Kudus Dalam Kehidupan Orang Yang Belum Menerima Kristus

            Roh Kudus telah datang untuk menginsafkan orang-orang yang belum percaya dan menerima Yesus Kristus (Yoh. 17:7-11). Roh Kudus menemplak orang-orang yang tidak percaya akan dosa-dosa mereka.  

 


 

 

 

 

 

 

 

 



[2] https://www.youtube.com/watch?v=pWJIROwW820&t=93s, PDT DR YESAYA PARIADJI - PERINTAH SORGA: KEMBALIKAN KUASA MINYAK URAPAN ( menit 4:40), kamis 09 juli 2020. Pkl 08.56

[3] https://www.youtube.com/watch?v=btPuIA_jPuc, Kesaksian Tentang Neraka oleh Ps. Philip Mantofa (menit 1), kamis 09 juli 2020. Pkl 10:50

[4] https://www.youtube.com/watch?v=6Aw-SkiGaBs, BAHASA ROH BISA MENINGKATKAN IMUN TUBUH, Rabu 08 Juli 2020. 19:25

[5] https://id.wikipedia.org/wiki/Roh_Kudus, Rabu o8 Juli 2020. Pkl 20:21

[6] Eksploitasi menurut KBBI adalah pengusahaan; pendayagunaan pemanfaatan untuk keuntungan sendiri; pengisapan; pemerasan.

[7] John. F. Mac Arthur, Apakah Karismatik, (Lawang : Ekklesia, 1998) Hlm 123-124

[8] Tim Penyusun Kamus pusat bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-3, (Jakarta:Balai Pustaka, 2002) Hlm. 456

[10] https://lektur.id/arti-urapan/ Senin 23 maret 2020. Pkl 08:00

[11] Tim Penyusun Kamus pusat bahasa, Op.Cit,  Hlm. 752

[12] https://id.wikipedia.org/wiki/Roh_Kudus. Senin 23 maret 2020. Diunggah pukul 08:36

[13] https://www.neliti.com/.../pentakostalisme-dan-aksi-sosial-analisis-struktural- kisah-para-rasul-241-47, kamis 09 juli 2020. Pkl 11:02

[14] https://id.wikipedia.org/wiki/Gereja_Pentakosta. 23 maret 2020. Diunggah pukul 08:45

[16] Tim Penyusun Kamus pusat bahasa, Op.Cit, Hlm. 327

[17] https://pengajar.co.id/implikasi-adalah, kamis 09 Juli 2020. Pkl 08.44

[18] Maris Hans, Gerakan Karismatik dan Gereja Kita, (Surabaya : Momentum Christian Literature, 2010 ) Hlm. 9-17

20 Glossolalia berasal dari kata Yunani "γλωσσολαλία", dibentuk dua kata, yaitu "γλώσσα" (glôssa) yang berarti "lidah” dan "λαλώ" (lalô) atau "λαλέω" (laleō) yang berarti "berbicara; berkata-kata; bersuara; mengeluarkan suara". Istilah Yunani ini (dalam berbagai bentuk bahasa) muncul dalam bagian Perjanjian Baru di Alkitab Kristen, terutama dalam kitab-kitab Kisah Para Rasul dan Surat 1 Korintus. Glossolalia (juga disebut Bahasa Lidah atau Bahasa Roh; bahasa Inggris: speaking in tongues) adalah suatu pengucapan atau pengungkapan yang lancar (jarang dalam bentuk tulisan) dari suku-suku kata dan kata-kata yang tidak dapat dipahami secara langsung dalam bahasa daerah pendengar di lingkungan wilayah tersebut, yang biasanya merupakan suatu bagian dari kegiatan agamawi. Bahasa yang dituturkan tersebut dalam berupa bahasa asing dari daerah lain (seperti yang terjadi dalam peristiwa permulaan berdirinya gereja Kristen), yang tidak lazimnya digunakan oleh pembicara dan pendengarnya, atau bahasa yang sama sekali asing (xenoglossia), bisa sebagai suku-suku kata yang tampak tidak berarti, atau sebagai "bahasa mistis" yang tidak dikenal; di mana ucapan/ungkapan ini biasanya muncul sebagai bagian dari penyembahan religius (glossolalia religius). http://www.sarapanpagi.org/bahasa-roh-glosolalia-xenolalia-vt4201.html. Jumat 7 Agustus 2020, Pkl 12.50

 

[21] Ekstase menurut KBBI adalah keadaan di luar kesadaran diri seperti keadaan orang yang sedang khusyuk bersemedi ; bukan pengalaman seperti penglihatan atau mimpi, melainkan keadaan di luar kesadaran diri. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia ( Jakarta: Balai Pustaka, 2000) hlm. 222

 

[22] Segregasi menurut KBBI adalah pemisahan; pengasingan; pengucilan kelompok ras atau etnis gregasi merupakan bentuk pelembagaan diskriminasi yang diterapkan dalam struktur sosial. (Ibid, hlm 794)

[24] Edith L Blumhofer, Pentacost in my Soul: Karya Roh Kudus dalam Gereja di abad terakhir. (Malang : Gandum Mas, 2007 ) hlm. 18

[25] Kibele  atau [ˈsɪb.əl.i]bahasa Frigia: Matar Kubileya / Kubeleya " Bunda Kubeleyan", kemungkinan "Bunda Gunung"; bahasa Yunani: Κυβέλη Kybele, Κυβήβη Kybebe, Κύβελις Kybelis), adalah Ibu Bumi dalam kepercayaan Frigia. Seperti juga Gaia dari Yunani dan Rea dari Minoa, Kibele merupakan perwujuan bumi yang subur. Kibele juga adalah dewi gua dan gunungdinding dan benteng, alam, hewan liar (khsusunya singa dan lebah). Kibele dari Frigia sering kali diidentikkan dengan dewi Hebat dari bangsa Het-Huria, meskipun dewa ini mungkin merupakan asal mula dewa Anatolia, Kubaba. https://id.wikipedia.org/wiki/Kibele#:~:text=Kibele%20juga%20adalah%20dewi%20gua,asal%20mula%20dewa%20Anatolia%2C%20Kubaba. Kamis 10 September 2020, Pkl 19:15

[26] Dietrich Kuhl.Sejarah Gereja Jilid I :Gereja Mula-Mula.(Batu: YPPI Indonesia,1998). Hlm 27

[27] Kata Gnostik berarti “pengetahuan” (gnosis), tetapi yang dimaksud di sini merupakan “hikmat dengan standar yang tinggi” tersembunyi tentang asal dan tujuan hidup manusia. Gnostik merupakan salah satu sinkritisme yang dualistis-pantheistis yang mencoba menyatukan agama timur dan filsafat barat.

Pokok ajaran Gnostik : 1 Allah yang tertinggi, yang keadaannya adalah Roh, tidak ada hubungannya dengan dunia ini. 2 Dunia diciptakan oleh suatu ilah yang rendah (“demiurgos” artinya “pencipta dunia”) yang dikenal dalam perjanjian lama. 3 Manusia mengandung sebagian kecil dari Roh Allah dengan tubuh maya (ajaran dosetisme). 4 Oleh pengajaran dan teladan Kristus, roh manusia diajak untuk berusaha melepaskan dirinya dari zat benda dan supaya kembali kepada Allah yang maha tinggi itu (ajaran dualisme), dengan jalan beraskese dan ini hanya dapat dimengerti oleh “orang-orang yang rohani” atau “orang yang bergnosis” yang tahu membaca Alkitab secara alegoris. H. Berkhof & L. H. Enklaar, Sejarah Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995), hlm 20-21.        

[28] Maris Hans, Gerakan Karismatik dan Gereja Kita, (Surabaya : Momentum Christian Literature, 2010 ) Hlm. 10

[29] Paulus D. H. Daun, Bidat-bidat Kristen Dari Masa ke Masa. (Manado : tp. 1987 ), hlm. 40

[30] Leonard Hale, Jujur Terhadap Pietisme. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1996), Hlm 4.

[31] Ibid, Hlm 12

[33] Remonstran berasal dari bahasa Latin remonstrare yang berarti menyatakan. Ini adalah kelompok dalam kalangan Protestan Calvinis di Belanda yang mengikuti pandangan-pandangan teologis J. Arminius. Oleh karena itu mereka dikenal dengan nama Arminian. Namun teologi ini dirumuskan setelah ia meninggal. Tampaknya ajaran ini dirumuskan oleh J. Uitenbogaert, namun kadang-kadang dikatakan juga hal ini dirumuskan oleh H. Grotius dan S. Episkopius. Pada tahun 1610, golongan arminian mempersembahkan dokumen yang diberi judul remonstran, oleh karena itu kelompok ini juga dikenal dengan nama yang sama, Remonstran. Isi dokumen tersebut adalah:

·Pemilihan dan penolakan Allah (predestinasi) didasarkan sebelum iman (percaya)

·Kematian Kristus adalah untuk semua orang, namun hanya orang percaya yang menikmatinya

·Manusia yang telah jatuh ke dalam dosa tidak dapat melakukan perbuatan baik. Mereka hanya mencapai keselamatan dengan pencurahan kuasa melalui Roh Kudus

·Rahmat Allah adalah permulaan dan akhir dari segala perbuatan baik

·Rahmat Allah dapat memelihara orang beriman dari setiap godaan (https://id.wikipedia.org/wiki/Remonstran. Kamis 30 Juli 2020. Pkl 15:44)

[34] Sinode Dordrecht berlangsung pada tahun 1618-1619. Pembukaan sinode ini diadakan pada 13 November 1618Sinode Dordrecht dilatarbelakangi oleh pertikaian mengenai ajaran Arminius dengan kelompok-kelompok politik Belanda yang mengarah pada pecahnya perang saudara. Akhirnya, pemerintah mengumpulkan sinode se-Belanda, yang juga dihadiri oleh utusan-utusan sejumlah besar gereja Calvinis di InggrisJerman, dan Swiss untuk bertemu di Dordrecht. Dalam sinode ini, dibahas pokok utama mengenai predestinasi yang dipertikaikan antara para remonstran dan kontra-remonstran. Akhirnya, 'remonstrasi ditolak dengan suara bulat dan sinode menyusun jawaban yang disebut dengan kanon-kanon atau pasal-pasal Dort atau Lima Pasal melawan Remonstran. Di dalam Lima Pasal Dordrecht tersebut diuraikan bahwa keselamatan manusia hanya berlaku oleh rahmat Tuhan saja. Namun, tanggung jawab manusia diakui juga, meskipin perhubungan antara pemilihan manusia oleh Tuhan dan tanggungjawab manusia sendiri tidak dijelaskan dengan spesifik. Di samping itu, sinode Dordrecht juga merencanakan dan menetapkan Tata Gereja Dordrecht. (https://id.wikipedia.org/wiki/Sinode_Dordrecht. Kamis 30 Juli 2020. Pkl 16:45)

 

[37] Representatif menurut KBBI adalah mewakili; sesuai dengan fungsinya sebagai wakil. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Op. Cit. hlm. 744

[39] Vinson Synan, The Century of the Holy Spirit: 100 Years of Pentecostal and Charismatic Renewal( Nashville: Thomas Nelson Publishers, 2001), hal. 395-396

 

[40] https://id.wikipedia.org/wiki/Gereja_Pentakosta. Rabu 02 September 2020. Pukul 08:45

[41] John Kingsley Alley, Holy Community, (Jakarta: Metanoia Publishing, 2010) Hlm 69

[42] Ibid, Hlm 70-72

[44] Dayton, Donald W., Theological Roots of Pentecostalism (New Jersey: Hendrickson Publisher, Inc., 1996) hal. 18.

[45] https://id.wikipedia.org/wiki/Gereja_Pentakosta. Rabu, 02 September 2020. Pkl 13.25

[51] Harls Evan Siahaan, Memahami Pentakostalisme Melalui Bingkai Historiografi Lukas Dalam Kisah Para Rasul (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015) hlm. 60.

[52] Ada dua jenis bahasa lidah, yaitu bahasa lidah yang dimengerti oleh orang lain (Kisah 2:4) dan bahasa lidah yang harus ditafsirkan karena tidak dimengerti oleh orang lain (1 Korintus 14:2).  Baik bahasa "lidah" atau karunia "lidah" dengan bahasa "roh" itu sama saja. Kedua-duanya diterjemahkan dari kata Yunani ‘glôssa’. Dalam alkitab terjemahan lama sebelum tahun 1974 bahasa roh diterjemahkan dengan bahasa lidah. Karunia roh dalam Kisah Para Rasul 2:4 dimana karunia bahasa-bahasa tersebut dapat dimengerti oleh orang lain yang mendengar, serta bahasa roh yang tertulis dalam surat kiriman Paulus kepada jemaat di Korintus dimana bahasa roh tersebut tidak dimengerti oleh orang lain ‘glôssa’ sehingga membutuhkan penafsir. (https://zebniel.blogspot.com/2018/02/cara-memahami-bahasa-roh-secara-lengkap.html?m=1. Selasa, 29 September 2020. Pkl. 08:05). Bahasa roh perlu digunakan secara terus menerus (I Kor. 14: 5, 18, 39). Faedah bahasa roh antara lain:

1.       Tanda baptisan Roh Kudus.

2.       Menolong ketika kita lemah (Rom. 8:26).

3.       Membangun iman (menjadikan rohani kuat) – (1 Kor. 14:4, Yud. 1:20).

4.       Membuat lebih peka secara rohani.

5.       Mengucapkan bahasa rahasia (I Kor. 14:2).

6.       Menyucikan mulut kita.

7.       Menyegarkan roh kita (Yes. 28:11-12).

8.       Memuji Allah (I Kor. 14:15, Ef. 5:19).

9.       Memelihara kepenuhan Roh Kudus (Ef. 5:18). (https://dbr.gbi-bogor.org/wiki/Baptisan_Roh_Kudus_(Teologia). Selasa 29 September 2020. Pkl. 08:26

[53] Abraham Tanusaputra Alex, Batu Penjuru. (Surabaya : House of Blessing, 2009) hlm 105

[54] Pandangan Sessasionis, yang percaya bahwa mujizat sebenarnya terjadi di Alkitab, tetapi Allah telah berhenti melakukan mujizat pada saat pewahyuanNya selesai dalam Firman Tuhan. Jadi menurut pandangan ini mujizat hanya berlaku bagi orang-orang yang hidup pada zaman Alkitab ditulis. Pandangan ini berpegang pada kepercayaan bahwa Allah masih tetap bekerja di dunia ini dengan cara yang supranatural tetapi tidak memberikan kuasa kepada manusia untuk melakukan mujizat; (https://www.facebook.com/notes/samuel-t-gunawan/mujizat-dalam-perspektif-kharismatik/734207019961815/. Senin, 28 September 2020. Pkl 19:46)

[55] Menurut Paham Pentakostalism Baptisan Roh Kudus adalah karunia Tuhan untuk semua orang yang telah disucikan hatinya. Tanda awal baptisan Roh Kudus adalah berkata-kata dengan bahasa roh sebagaimana diilhamkan oleh Roh Kudus. Pentakostalism menyatakan bahwa setelah lahir baru (diselamatkan) orang percaya harus mengalami Baptisan Roh Kudus sebagai kelanjutan (Subsequence) dari lahir baru. Sedangkan kepenuhan Roh Kudus adalah suatu pengalaman pribadi orang percaya yang perlu terus menerus diulang sampai akhir hidupnya

[58] Kaum Pentakostalisme memahami musik dan ibadah merupakan dua bagian yang tidak dapat dipisahkan, sehingga untuk mencapai hasil yang prima dalam ibadah harus menggabungkan kedua unsur tersebut. Oleh karena itu peranan musik adalah untuk menciptakan kesadaran akan kehadiran Allah dan suasana untuk ibadah, menghidupkan jiwa manusia, menyatukan jemaat dalam suatu pengalaman ibadah bersama dan menyatakan iman jemaat. Dengan kata lain, musik dapat menjembatani hubungan antara iman seseorang dengan perasaan dan sikap hidupnya. Oleh karena itu ibadah merupakan ungkapan syukur atau jawaban umat atas karya penyelamatan Allah dalam Kristus. Itulah sebabnya pemahaman tentang ibadah tidak dapat dipisahkan dari pemahaman iman gereja atau dapat dikatakan bahwa ibadah merupakan cermin dari pemahaman iman gereja. Dalam teori dan konsep nyanyian musik gereja, Praise and Worship (PW/ Pujian & Penyembahan) adalah pelayanan yang tidak hanya mengenal bagaimana cara bermain aransemen musik dengan baik atau menyanyi dengan bagus, namun juga belajar bagaimana mencintai dan merasakan musik yang dimainkan sehingga musik tersebut sampai kepada Tuhan. Jika pelayan Tuhan itu tidak memiliki tujuan yang telah dipertimbangkan atau digumuli dengan baik, atau hanya sekedar melayani tanpa sasaran yang jelas, akibatnya akan membuang- buang waktu. Pelayan gereja Pentakosta berorientasi untuk mewujudkan ibadah yang maksimal. Misalnya untuk pemain musik, tidak sedikit gereja yang mapan dalam berbagai aspek mempekerjakan musisi sungguhan untuk bermain setiap minggu. Mereka juga mengundang beberapa pendeta terkenal untuk sesekali mengisi khotbah dengan persembahan kasih seorang profesional. Tidak sedikit para pelayan Tuhan dapat persembahan bulanan. Penata panggung, pencahayaan, videografer, dan kebutuhan penunjang ibadah lain dikerjakan oleh tenaga profesional. Tujuannya demi mencapai hasil maksimal. Jemaat benar-benar disuguhi musik yang enak tanpa nada fals sehingga ibadah lebih khusyuk.

[59] Pemahaman dalam gerakan Pentakosta bahwa kita bisa mendapatkan berkat atau penyucian atau pengudusan ketika datang di altar Tuhan.  Tidak heran di banyak ibadah-ibadah gereja Pentakosta, kita bisa melihat betapa pentingnya ‘altar call’.

[60] https://www.youtube.com/watch?v=GOfoT56RFcM, Jumat 18 September 2020. Berbahasa Roh itu Gampang by Fedry Ridson, (Menit 20 - selesai)

[61] https://www.gbis-online.com/minyak-urapan, Senin 12 Oktober 2020. Pkl 20:09

[63] Peter C.Wagner, Manfaat Karunia Roh (Malang:Gandum Mas, 2005), hlm. 36-38

[64] Komunal adalah milik rakyat atau umum (https://kbbi.web.id/komunal, Kamis 1 Oktober 2020. Pkl 20:15)

[66] Barclay M, Newman Jr. Kamus Yunani- Indonesia Perjanjian Baru (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1991) hlm. 115

[67] Tim Penyusun Kamus Pusat Pembina dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke-2 ( Jakarta: Balai Pustaka, 2000) hlm. 652-653 

[68] Sudjana Degeng, Metode dan Penelitian (Malang: STT-IAA Pacet, 1996) hlm. 1-2

[69] Mukayat Brotowijoyo, Metodelogi Penelitian dan Penulisan Karya Ilmiah (Yogyakarta: Liberty, 1991) hlm. 2

[70] Hadi Sutrisno, Metode Research (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005) hlm. 52

[71] Tim Penyusun Kamus Pusat Pembina dan Pengembangan Bahasa, Op.cit, hlm. 116

[72] Yakob Tomatala, Penuntun Riset Bagi Perguruan Tinggi Teologi (Jakarta: Media Penerbit Kristen YT Leadership Foundation, 2009) Hlm. 32

[73] Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D (Bandung: Alfabeta, 2011) hlm. 9

[74] Tim Penyusun Kamus Pusat Pembina dan Pengembangan Bahasa, Op.cit, hlm. 774

[75] https://id.wikipedia.org/wiki/Narasumber, Selasa 20 Oktober 2020. Pkl 11:57

[76] https://ayoksinau.teknosentrik.com/pengertian-teknik/. Rabu 23 September 2020. Pkl 19:41

[77] Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Yayasan ANDI, 1995), hlm. 136

[78] Kartini kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial, (Bandung: Alumni, 1986) hlm.171

[79] W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,1989) hlm. 385

[80] Tim Penyusun Kamus Pusat Pembina dan Pengembangan Bahasa, Op.cit, hlm. 240

[81] Sugiyono, Loc.Cit. hlm 9